Jakarta, RNC – Koordinator TPDI, Petrus Selestinus dan sejumlah Advokat asal NTT, yaitu Sebastian Salang, Servas S. Manek, dan Berechmans Ambardi bersama Ketua Serikat Pekerja IMPPI, Wiliam Yani Wea dan rekan diterima oleh Menko Polhukam Prof. Mahfud MD, pukul 14.30 WIB di Kantor Menko Polhukam, Selasa (21/3/2023) terkait Laporan Romo Paschalis soal beking sindikat TPPO di Batam.
Dalam dialog dengan Mahfud MD, Koordinator TPDI Petrus Selestinus menjelaskan perkembangan terakhir laporan Romo Paschalis kepada Kepala BIN tentang dugaan beking sindikat TPPO yang melibatkan Kol. Bambang Panji Priyanggodo, Waka BINDA Kepri dan laporan lainnya yang sudah disampaikan ke Panglima TNI dan Puspom TNI, hingga saat ini belum ada proses tindak lanjut.
Padahal posisi legal standing Romo Paschalis dalam Pelayanan Keadilan dan Bantuan Sosial dan Advokasinya, sangat kuat secara moral dan hukum, terutama apa yang dilakukan oleh Romo Paschalis adalah profesional, sebagai langkah hukum dan upaya hukum dan dalam kapasitas Romo Paschalis menjalankan “Peran Serta Masyarakat”, sebagai mitra Pemerintah sesuai perintah UU.
Namun akhir-kahir ini muncul fenomena berupa resistensi dan perlawanan dari pihak Aparatur Negara, sebagai pihak yang dikontrol oleh publik secara bertanggung jawab, dengan serta merta melapor balik pihak yang menjalankan “Peran Serta Masyarakat” sebagaimana yang dialami Romo Paschalis. Ini fenomena tidak sehat dalam iklim demokrasi dan penegakan hukum yang menuntut peran partisipasi publik.
Menanggapi penjelasan Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, Mahfud MD menyatakan bahwa Tim Khusus Menko Polhukam telah turun ke lapangan untuk mengecek kebenaran laporan Romo Paschalis tentang dugaan beking TPPO di Kepri yang melibatkan Kolonel Bambang P. Priyanggodo, untuk diambil langkah lebih lanjut termasuk evaluasi keberadaan yang bersangkutan di Kepri.
Tim Khusus Menko Polhukam juga telah memonitor proses penyelidikan terhadap Romo Paschalis atas Laporan Kol. Bambang di Polda Kepri, yang menurut Mahfud MD, setiap Laporan Polisi harus ditindaklanjuti, meskipun hanya sebatas klarifikasi sesuai SOP Polri dan informasi terakhir Polda Kepri sudah menghentikan penyelidikannya.
Petrus Selestinus menegaskan posisi laporan polisi Kol. Bambang P. Priyanggodo, terhadap Romo Paschalis, mengenai fitnah dan penyebaran berita bohong, sama sekali tidak mempunyai dasar hukum.
“Karena laporan Romo Paschalis kepada Kepala BIN dan tembusan kepada 11 lembaga/kementerian itu, dalam kapasitas Romo Paschalis menjalankan “Peran Serta Masyarakat” untuk misi kemanusiaan dan sejalan dengan ketentuan pasal 63 UU No. 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan TPPO,” kata Petrus.
SP IMPPI Mengecam Keras
Ketua Serikat Pekerja Informal, Migran dan Pekerja Profesional Indonesia (SP IMPPI), W.A William Yani Wea, sebuah Organisasi Pekerja, bagian dari SPSI dan KSPSI yang dipimpin Andi Gani Nena Wea, dalam dialog Mahfud MD, mengungkap sejumlah fakta dan mengecam keras maraknya TPPO di beberapa Provinsi, ada 5 Provinsi dengan korban tertinggi yaitu Jabar, Jateng, Jatim, NTT dan NTB.
William Yani Wea, menegaskan khusus di NTT, dalam 3 tahun terakhir jumlah peti mati korban TPPO yang dikirim dari Malaysia ke NTT sudah mencapai angka 600 lebih peti mati. Dari tahun ke tahun angkanya naik terus. Itu berarti ada yang salah dalam pelaksanaan UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPO yang berjalan selama ini yang perlu dikoreksi segera.
William Yani Wea, menunjuk Pulau Batam sebagai daerah yang menempati posisi paling strategis, sebagai pintu masuk dan keluar beroperasi Sindikat Mafia TPPO dari Indonesia ke luar negeri dan pintu masuk bagi sindikat perdagangan manusia dunia (pekerja ilegal asing) ke Indonesia melalui Pulau Batam, juga angkanya naik terus tidak pernah berkurang.
Problemnya antara lain karena oknum aparatur yang bertugas di lapangan dengan tugas utama untuk mencegah dan memberantas TPPO, justru ikut bermain sebagai beking atau calo yang terorganisir sebagaimana terjadi di Batam, yang membuat Romo Paschalis, Ketua Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP), melakukan perlawanan secara hukum.
Karena itu, SP IMPPI menyiapkan tim yang memfokuskan aktivitas Advokasi dan Bantuan Sosialnya selama 6 bulan ke depan guna melakukan investigasi di lapangan, mencari tahu apa sebab utama atau apa akar masalanya dan bagaimana konfigurasi jaringan sindikat TPPO di hulu dan hilir bekerja dan mengapa negara seperti tidak mampu mencegah dan memberantas.
Sebelum dialog diakhiri, SP IMPPI minta dukungan pemerintah, Cq. Menko Polhukam, karena kondisi penegakan hukum terkait TPPO, ujung tombaknya berada di tangan Penegak Hukum dan itu berarti berada di bawah koordinasi Menko Polhukam dan Gugus Tugas Pencegahan dan Pemberantasan TPPO.
Desain Ulang Pencegahan TPPO
Aktivis, politisi dan praktisi hukum asal NTT, Sebastian Salang menyampaikan pandangan dan meminta pemerintah Cq. Menko Polhukam mendesain ulang pola penanganan dan pencegahan TPPO di lapangan.
Alasannya, meskipun pemerintah telah membuat kebijakan yang dicover dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan menempatkan aparatnya berlapis-lapis di lapangan, akan tetapi sindikat TPPO tetap jaya dan merajalela mendagangkan manusia Indonesia secara bebas tanpa hambatan.
Ini jelas merendahkan martabat dan harga diri manusia Indonesia serta menurunkan harga diri dan wibawa negara di mata dunia, kedaulatan negara seakan-akan terbagi-bagi dan sebagian dikuasai oleh sindikat Mafia Perdagangan Orang, buktinya mereka tidak bisa disentuh.
Karena itu forum dialog meminta agar Pemerintah mendesain ulang pola dan struktur pencegahan/pemberantasan TPPO, benahi personalia atau aparatur dalam GT PP TPPO, copot Kolonel Bambang P. Priyanggodo dari BIN dan hentikan penyelidikan Romo Paschalis di Polda Kepri. (*/rnc)
Dapatkan update informasi setiap hari dari RakyatNTT.com dengan mendownload Apps https://rakyatntt.com