oleh

Bagi Allah Tidak Ada yang Mustahil

Oleh Pdt. Samuel B. Pandie, S.Th
Bacaan: Lukas 1:26-38

Pendahuluan

Teks ini sesungguhnya adalah kekayaan tersembunyi yang secara Alkitabiah menjawab keraguan banyak orang yang menyangsikan kelahiran Yesus di bulan Desember. Beberapa orang dan kelompok penentang Kristen bahkan dengan tegas mengatkan bahwa kelahiran Yesus tanggal 25 Desember adalah penetapan Kekaisaran Roma terhadap perayaan dewa matahari.

Ketika membaca ayat 26: Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret. Maka kita dengan mudah meatahkan semua kecurigaan mengenai kelahiran Yesus. Cara menghitungnya demikian: Orang Yahudi biasa merayakan ‘Ros ha senah’ atau tahun baru di bulan ke sembilan.

Jika dihitung dalam kalender Yahudi, maka tahun baru itu jatuh pada bulan September. Saat Injil Lukas menyebut bulan keenam maka perhitungan kelahiran Yesus dihitung dari September ke bulan keenam, dari Oktober – Maret. Maka berita kelahiran Yesus yang dibawa oleh malaikat tepat di bulan Maret. Setelah bulan Maret maka perhitungan kehamilan Maria jatuh pada bulan April sampai Desember untuk kegenapan 9 bulan kehamilan seorang perempuan. Tanggal 25 Desember bukanlah sebuah karangan sejarah. Itu adalah kebenaran yang disaksikan Alkitab.

Selain itu teks ini juga secara jujur menampilkan asal usul Yesus. Kemudian mempersilakan manusia atau orang percaya memberi penilaian. Dari cara pandang negatif orang bisa mengatakan asal usul Yesus mungkin sesuatu yang rumit atau bisa jadi sebuah aib, tetapi dari cara pandang Allah, justru nilai kekudusan Allah bergerak keluar patokan manusia, dan bagaimana kekudusan Allah itu justru merangkul orang-orang terbuang sehingga Yesus benar-benar menjadi figur yang masuk dalam pergumulan manusia dan kehinaannya.

Secara keseluruhan, kita menemukan peran Roh Kudus dalam masa-masa penantian kelahiran Yesus. Dan inilah yang disebut gerakan ilahi dimana manusia diajak untuk terlibat sebagai mitra Allah untuk karya keselamatan. Tampilan Malaikat dan Maria mengandung dialog yang akan memperhadapkan Maria untuk berhadap-hadapan dengan nilai-nilai agama dan budaya yang berlaku waktu itu.

Selanjutnya Maria seorang diri, dalam kondisi sebagai perempuan lemah harus membuat keputusan sendiri untuk kemudian metransformasi budaya dan melawan nilai-nilai sosial terutama cara pandang terhadap perempuan.

Adven memang sebuah penantian yang beresiko. Setiap waktu orang percaya diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang cukup berat. Tetapi hanya dengan mengambil jalan beresiko, akhirnya manusia menemukan jalan Tuhan bagi hidupnya hari ini dan bagi masa depan.

Kajian Teks

Saya membagi teks ini dalam tiga babak:

  • Perjumpaan yang ilahi dengan manusia dan upaya penguatan bagi kaum yang lemah (ayat 26 – 33)
  • Cara yang Ilahi mengarahkan suara protes kaum lemah (ayat 34 – 37)
  • Perenungan kaum lemah dan gerakan kaum lemah mentransformasi nilai kehidupan (ayat 38)
  • Perjumpaan dengan Yang Ilahi dan Upaya Penguatan Ilahi bagi Kaum yang Lemah (Ayat 26-33)

Kita tidak tahu banyak tentang siapa Maria. Teks hanya menyebut bahwa ia seorang perawan yang sudah bertunangan dengan Yusuf dari keturunan Daud. Sejak awal kita menyadari ada persoalan diseputar kelahiran Yesus. Kata kerja Ibrani ‘aras’ diterjemahkan ‘mnēsteuō’ dalam bahasa Yunani, mengacu pada praktik pernikahan Yahudi di mana pengantin pria secara kontraktual membayar mahar (mohar) kepada ayah pengantin wanita (Kejadian 34:12).

Menurut sarjana Perjanjian Lama Douglas Stuart, “Ini adalah langkah terakhir dalam proses pacaran, hampir setara dalam status hukum dengan upacara pernikahan. Menurut Mishnah Ketubbot : pertunangan akan berlangsung satu tahun, dengan pengantin wanita yang tersisa di rumah ayahnya.

Mengingat teks-teks hukum dalam Ulangan yang disebutkan sebelumnya ditambah persamaan pertunangan Daud dengan Mikhal sebagai pernikahan (2 Samuel 3:14), kita melihat bahwa di bawah hukum Yahudi, seorang wanita yang bertunangan dianggap sudah menikah. Hanya yang perlu digaris bawahi adalah waktu pertunangan formal, mereka bisa hidup bersama namun tak boleh berhubungan seks sampai hari pernikahan.

Di sinilah masalahnya, ketika Gabriel menjumpai Maria. Berita yang menggembirakan itu berubah menjadi berita yang menakutkan karena Maria harus mengambil resiko hamil sebelum nikah. Biasanya setiap penglihatan harus diuji, ujung dari sebuah penglihatan adalah apakah bisa dipertanggungjawabkan atau tidak? Apakah secara logika manusia, Tuhan sengaja menarik Maria masuk dalam zona aib?
Mari kita lihat narasi perjumpaan yang diinisiasi oleh yang Ilahi:

Gabriel menjumpai Maria
Gabriel menyatakan: salom Akheilim (salam damai sejahtera)
Maria heran dengan salam dan dalam hatinya berkata: tidak mengerti arti salam itu

Gabriel berkata: jangan takut, engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah Engkau akan mengandung anak laki-laki dan memberi nama Yesus

Waktu membaca teks ini saya kira semua inisiatif dan dialog didominasi oleh Gabriel. Maria masih merupakan figur perempuan yang tak bersuara, hatinya berdebar-debar, bertanya-tanya sebagai perempuan yang polos.

Mengapa Allah begitu ngotot? Orang israel tahu bahwa setelah Maleakhi, Tuhan Allah menarik diri dari panggung sejarah Israel. Ia berdiam diri selama 400 tahun dan apakah Tuhan akan terus berdiam diri? Yesaya 62 : 1 – 4 berkata : Oleh karena Sion aku tidak dapat berdiam diri, dan oleh karena Yerusalem aku tidak akan tinggal tenang, sampai kebenarannya bersinar seperti cahaya dan keselamatannya menyala seperti suluh.

Maka bangsa-bangsa akan melihat kebenaranmu, dan semua raja akan melihat kemuliaanmu, dan orang akan menyebut engkau dengan nama baru yang akan ditentukan oleh TUHAN sendiri. Engkau akan menjadi mahkota keagungan di tangan TUHAN dan serban kerajaan di tangan Allahmu.

Engkau tidak akan disebut lagi “yang ditinggalkan suami, dan negerimu tidak akan disebut lagi “yang sunyi “, tetapi engkau akan dinamai “yang berkenan kepada-Ku ” dan negerimu “yang bersuami “, sebab TUHAN telah berkenan kepadamu, dan negerimu akan bersuami.

Tipikal kehadiran Gabriel menunjukkan Allah yang tidak mau lagi berdiam diri. Dan ada metode baru dari cara Allah untuk melibatkan manusia dalam karya keselamatan Allah.
Memilih dan menetapkan siapa yang diutus adalah kehendak Allah, orang Israel tahu itu.

Tetapi memilih seorang perempuan memang menjadi suatu gerakan tentu memiliki daya pengaruh yang renggang. Meski klau mau jujur, dalam PL Allah memakai banyak perempuan, setiap tokoh perempuan yang dipakai akhirnya diakui karena menunjukkan karya Allah yang tepat. Dan kita tidak bisa menolak karya Allah ini selain kita mau melihat apa makna dibalik pemilihan Allah.

Maria adalah gadis desa, masih perawan, meski sudah bertunangan tapi belum menikah. Ada hal yang perlu direnungkan yaitu konsep ‘perawan’ menunjuk pada sesuatu yang kudus. Allah benar-benar menjaga nilai kekudusan. Namun ada kesan keanehan sebab dengan jelas-jelas Gabriel mengatakan: Roh Kudus akan turun atasmu, kamu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamakan Yesus. Allah menjaga kekudusan dan pada saat yang sama menabrak kekudusan yang dibangun oleh manusia.

Kita seperti dibawa pada sebuah perenungan bahwa alat ukur kekudusan manusia ternyata tidak sama dengan kekudusan menurut Allah. Menurut manusia, kekudusan itu soal menjaga aturan dan taat pada kesepakatan manusia. Inilah yang disebut kekudusan lahiriah.

Menurut Allah kekudusan itu tentang hati yang bersih. Kekudusan bathinian. Dari hati yang bersih manusia secara sukarela bertanggung jawab terhadap keberadaan dirinya dan manusia secara sukarela pula mau tunduk pada apa yang Allah kehendaki.

Dengan cara pandang demikian, maka dimata Allah, Maria masuk dalam kriteria kudus. Ia tidak saja kudus sebagai perempuan namun ia juga kudus sebagai ciptaan Allah yang memelihara hatinya. Inilah misteri yang kemudian oleh teman-teman katholik menyapanya sebagai bunda kudus.

Dalam cara berpikir demikian, kita tidak heran mengapa Allah menarik seorang perempuan untuk masuk dalam suatu resiko yang besar. Ia harus berani menabrak nilai budaya dan agama, padahal tak ada orang kuat yang berdiri dibelakang Maria selain Allah.

Dengan demikian, teks ini justru menempatkan Maria sebagai pihak yang kuat. kekuatan hatinya mengundang keberanian dan kepercayaan Ilahi. potensi kekuatan Maria inilah yang kemudian diberdayakan oleh Allah. Sebuah gerakan pemberdayaan harus menjadi gerekan yang sungguh-sungguh. Butuh hati yang kuat untuk menjaga kekudusan diri sekaligus berani melawan segala yang bertentangan dengan patokan dan kriteria Allah.

Dari sini kita belajar, mengapa kaum lemah di Amerika latin bisa menumbangkan kekuasaan. Mengapa kaum kecil di Filipina bisa menghancurkan ikatan kekuasaan yang membelenggu karena orang-orang lemah ini digerakkan oleh hati. Dengan demikian, kekuatan hati manusia bisa melakukan sebuah perubahan tanpa terpenjara oleh status. Abraham mengubah satu bangsa hanya dengan hati yang taat.

Musa membebaskan bangsa Israel hanya dengan hati yang taat, Yusuf melepaskan kemarahan hanya dengan hati yang tunduk pada rancangan Allah, Daud menjadi besar hanya karena hatinya mau belajar untuk mengakui kelemahan diri. Dan Maria memulai gerakan perubahan karena hatinya secara sukarela dipersmebahkan bagi Tuhan.

Cara yang Ilahi Mengarahkan Suara Protes Kaum Lemah (Ayat 34-37)

Maria yang biasanya diam, tiba-tiba mengajukan sebuah suara protes : bagaimana mungkin itu terjadi sebab aku belum bersuami. Ini bukan persoalan kecil. Paling kurang relasi pertama yang akan dihadapi Maria adalah keretakan hubungan dengan Yusuf, kedua keluarga, ketiga masyarakat dan yang paling berat adalah sistim dan nilai agama.

Gabriel menanggapi Maria dengan dua argumen: pertama, jangan takut. Masalah terbesar manusia itu adalah ketakutan. Ketakutan itu tentang apa yang bisa berdampak bagi seseorang. Bahkan bahaya ketakutan itu sering membawa imajinasi liar dalam daftar-daftar ketakutan yang panjang.

Ketakutan paling besar bagi orang beriman ialah menjauh dari hadirat Allah. Itu perenungan yang harus dipahami oleh Maria. Kalaupun manusia karena ketakutan mencari alternatif yang lain, bukan berarti manusia akan bebas dari ketakutan. Tetapi jika karena kehendak Allah manusia masuk dalam zona ketakutan maka Allah siap berbagi beban dan pada saat yang sama, Allah siap melepas segala ketakutan itu.

Roh kudus akan turun atasmu. Ini tentang keberpihakan Allah dan Maria beroleh jaminan dari Allah sendiri. Namun ada satu hal yang harus benar-benar direnungkan oleh Maria. Jika Maria mengandung dan karena Karya Roh, Allah hidup dalam rahim Maria. Dalam proses kelahiran manusia, janin sampai bayi adalah masa yang berat.

Bukankah pada titik ini, Allah mempertaruhkan keselamatanNya pada Maria? Di sinilah perkataan Gabriel perlu didalami sebab Gabriel hendak mengatakan bahwa Allah sudah mengambil resiko yang berat. Apakah ini tidak cukup untuk apa yang dlakukan Allah dipercayai sebagai kebenaran?

Jika Allah tidak mengambil resiko maka tawaran Gabriel adalah tawaran yang merugikan Maria, tetapi jika Allah juga terlibat dalam proses ini bahkan mengambil resiko yang jauh lebih besar maka tidak ada alasan bagi Maria untuk menolak tawaran Allah. Sebab pada posisi ini keduanya sama-sama susah dan sama-sama beresiko.

Dengan segala pertimbangan ini, maria akhirnya mengerti tentang makna panggilan sebagai hamba. Aku adalah, terjadilah padaku seperti yang Engkau kehendaki.

Perenungan Kaum Lemah Mentransformasi Nilai Kehidupan (Ayat 38)

Teks ini ditutup dengan keterangan sederhana : Lalu malaikat itu pergi meninggalkan Maria. Kita bertanya apa yang ditingalkan Gabriel? Kepada Musa, Allah meninggalkan tongkat. Kepada Abraham, Allah memberi tanah dan kekayaan. Kepada Daud, Allah memberi kekuasaan dan kerajaan. Tetapi kepada Maria, apa yang Allah tinggalkan? Tidak ada, Allah tidak memberi kepadanya alat yang bisa dia pakai untuk mengkomunikasikan persoalan-persoalannya karena yang terpenting adalah Allah hidup dalam rahim Maria.

Pernahkah kita merenung? Meski maria dan Yusuf belum menikah, ketika dia hamil dan mereka pergi ke Betlehem tanpa ditemani keluarga, apakah ada orang atau pemimpin agama yang marah dan kemudian melempari mereka dengan batu? Apakah karena malaikat sudah melarang Yusuf sehingga ia mau menerima kehamilan Maria lalu itu bukan soal baru?

Mereka belum menikah, apakah masyarakat akan diam saja? kita tidak pernah menemukan baik orang, masyarakat maupun lembaga agama mengambil tindakan keras terhadap pelanggaran kesucian yang dilakukan oleh Maria dan Yusuf. Itu karena saat malaikat meninggalkan Maria maka pada saat yang sama Allah hidup didalam Maria. Keberdosaan manusia dibalut oleh kesucian Tuhan dan pancaran kesucian itu melindungi manusia.

Aplikasi

  • Tema kita ialah bagi Allah tidak ada yang mustahil. Kita belajar dari maria dalam persiapan menyambut Kehadiran Kristus. Yang terutama bukan tentang Kristus yang datang tetapi tentang Kristus yang hidup dalam diri kita. Adven adalah menghidupkan Tuhan dalam seluruh aktivitas hidup kita. Dia bukan hanya perayaan tapi tentang kehidupan yang selalu merayakan Tuhan. ketika Tuhan hidup dalam diri kita, maka benar kata tema: tak ada yang mustahil.
  • Tak ada yang mustahil bagi Allah. Kita belajar dari kehadiran Gabriel. Semua kata-katanya lahir dari sebuah keyakinan dan pengetahuan tentang Allah. Gabriel mentransformasi pengetahuannya kepada Maria. Hanya dengan hati seorang hamba, maria menangkap kebenaran ini dan hanya dengan hati seorang hamba Maria hidup dalam keyakinan bahwa benar tak ada yang mustahil bagi Allah. Amin. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *