Oleh Pdt. Samuel B. Pandie, S.Th
Persiapan Khotbah ‘Lukas 1 : 39 – 45’
Saudara-saudari…..
Dua perempuan bertemu. Dalam cara pandang manusia, itu pertemuan biasa. Itu silahturahmi keluarga. Namun menurut Alkitab, ini pertemuan dua perempuan yang hebat. Allah berkarya bagi seorang perempuan muda, dan Allah berkarya bagi seorang perempuan tua. Allah menjangkau orang-orang lemah dan Allah menjadi Allah yang menjangkau semua usia dengan karya Roh Kudus benar-benar mengagumkan.
Ada empat hal yang menurut saya menarik dari teks ini:
Pertama, Allah menempatkan Maria dan Elisabeth dalam posisi yang mirip. Maria dikabarkan malaikat akan hamil tanpa sentuhan seorang laki-laki sementara Elisabeth hamil meski ia memiliki suami namun kehamilannya rentan karena ia hamil tua, dalam teori medis tidak mungkin. Jadi Allah mempertemukan dua orang perempuan dengan pengalaman yang menegangkan sekaligus menakjubkan.
Kedua, jika kita melihat keberadaan Elisabeth, ia seperti mengulangi kisah Abraham dan Sara. Hamil pada saat usia tua. Masyarakat Israel tentu saja melihat para perempuan yang tidak hamil sebagai aib. Bertahun-tahun Elisabet menikmati cara pandang itu. Tentu saja yang membedakan dari kisah itu ialah Elisabet tidak menyeret suaminya untuk mencari perempuan lain hanya demi pengakuan bahwa ia bukan suami yang mandul seperti yang Sara lakukan pada Abraham.
Dan jika dalam kisah Abraham dan Sara nampak Sara yang tertawa karena mendengar berita malaikat bahwa ia akan hamil, maka peran Sara justru diambil oleh Zakharia. Hal ini sama dengan meremehkan berita malaikat. Rupanya teks ini secara terbuka menunjukkan kelemahan iman dari Zakharia. Ia mungkin terbiasa sebagai Imam dan hidup dalam rutinitas ritual ibadah. Lalu kehilangan pemaknaan iman karena rutinitas.
Ketiga, dalam teks ini tampak dua perempuan ditonjolkan untuk menunjukkan komitmen iman dari orang-orang yang dianggap lemah namun bisa memberi kontribusi bagi penguatan iman kita. Teks ini begitu dalam menempatkan pergumulan manusia dari cara pandang penderitaan perempuan dan dari pergumulan itu kita seperti dibawa pada fakta dimana ada orang-orang lemah yang selalu dianggap diam, tiba-tiba mereka bersuara dan sekarang mereka berbicara kepada dunia, mereka berbicara kepada kita semua tentang karya Allah diluar nalar manusia. Kaum-kaum lemah sekarang berbicara dan balik menertawakan dunia yang selalu terkurung dalam cara berpikir manusia.
Keempat, kita tidak diberitahu dengan siapa Maria pergi ke rumah Elizabeth. Kita seperti dibawa pada proses exodus. Saat Abraham masih bertanya tentang kapan keturunannya yang sah, Tuhan membawanya keluar dari rumah dan menyuruhnya menghitung bintang dilangit. Saat Yusuf keasikan dengan dunia anak rumahan, Tuhan membawanya masuk dalam proses exodus agar ia menyadari bahwa ia memiliki potensi yang besar dan tidak hanya terkurung di rumah. sampai Israel yang harus banyak belajar dengan proses exodus bahkan dinegeri penindasan. Proses exodus membuat kita makan kaya dalam hikmat bahwa iman makin bertumbuh ketika kita bersiap menyongsong kehendak Tuhan dengan keluar dari zona ketakutan.
Kenapa saya mengatakan teks ini menarik sebab dari sini kita belajar makna dari kunjungan Maria:
Iman itu akan bertumbuh manakala kita mau berbagi pengalaman. Kita mau keluar dari zona kecemasan kita. Ketika menghadapi sebuah pergumulan seringkali kita merasa sebagai orang yang paling sial, atau bisa jadi orang yang paling kuat.
Hanya dengan exodus kita akan menemukan berbagai hal baru karena dengan exodus ada kemungkinan kita berbagi pengalaman dengan orang lain sehingga kita menemukan cara Tuhan yang unik menyertai setiap orang dan kita makin yakin bahwa setiap janji Tuhan itu tidak pernah salah.
Lalu bagaimana teks ini ditelusuri untuk menjawab tema kita ‘Membangun Persaudaraan Menyambut Natal.’
– Keluarga adalah tempat pertama berbagi beban. Teks kita mengindikasikan suatu sikap ingin tahu dari maria atas berita Malaikat akan kehamilan Elisabeth. Kata ‘langsung berjalan’ dalam Lukas 1 : 39, Bahasa Yunaninya menggunakan kata benda spoudē, yang dapat berarti “tergesa-gesa, cepat”, tetapi juga dapat membawa gagasan tentang “keinginan, ketekunan, antusiasme, semangat.” Mengapa ia terburu-buru? Sebagai perempuan muda, Maria membutuhkan pemantapan, bimbingan. Dengan antusias Maria pergi ke sebuah daerah pegunungan meninggalkan Nazaret ke daerah pegunungan Yudea di sebuah desa sekitar lima mil sebelah barat Yerusalem”.
Beberapa ahli menyebut tempat itu, termasuk Hebron, selatan Yerusalem, dan Ein Karem. Perjalanan itu kira-kira 80 – 100 mil membutuhkan 3 – 4 hari hari perjalanan.
Jarak perjalanan yang jauh itu tidak merintangi semangat Maria. Pertanyaannya adalah mengapa Maria mengunjungi Elisabeth dengan jarak yang jauh?
Ada beberapa jawaban:
Pertama, Maria mengunjungi Elisabeth karena kabar malaikat untuk membuktikan bahwa ternyata Elisabeth juga sedang hamil 6 bulan (Lukas 1 : 36). Jadi ini semacam perintah dari Tuhan.
Kedua, ada teolog yang memberi pikiran berbeda dengan mencoba menarik makna bahwa kunjungan Maria membuktikan ciri kemesiasan Yesus. Saat Maria mengunungi Elisabeth sebenarnya menguak misteri dari janji dalam Yesaya 7 : 14 tentang Imanuel. nama Imanuel menunjukkan peran-Nya, membawa hadirat Allah kepada manusia. Kunjungan itu secara tidak sengaja sedang menunjukkan visi Imanuel sebagai Allah yang menjumpai manusia.
Ketiga, menurut saya, mengapa Maria terburu-buru, ya kita harus memahami keadaan psikologinya sebagai seorang perempuan muda. Maria membutuhkan pemantapan, bimbingan. Dan ketika nama Elisabeth disebutkan, Maria merasa tidak asing sebab Elisabeth adalah sepupunya.
Advent menguak satu nilai persaudaraan bahwa sesungguhnya yang disebut saudara adalah kita yang saling menopang, saling menghibur dikala lemah, saling mendoakan dikala kita berhadapan dengan berbagai persoalan.
Keluarga mesti menjadi tempat pertama memahami pergumulan-pergumulan yang tidak diketahui orang lain. sebab dalam keluarga pula kita belajar menyimpan rahasia dan beban kehidupan yang berat ini.
Dalam tradisi kita, biasanya menyambut natal, kakak-adik, keluarga bersama-sama membersihkan kuburan opa-oma, bapak-mama atau yang memiliki keterkaitan saudara. Semua itu semacam pembuktian bahwa betapa kita mencintai relasi persaudaraan. Maria membutuhkan pendampingan itu, ia belum berpengalaman dan ia tahu kehamilannya beresiko.
– Teks berbicara tentang ‘hospitalitas’ (suasana at home menerima tamu). Dalam ayat 40 narasi perjumpaan Maria dan Elisabeth disebutkan: Ketika memasuki rumah Elizabet, Maria menyapa: Shalom Aleikhim. Itu ciri salam orang Yahudi. Semua orang terbiasa mengucapkan salam itu. Itu sapaan yang menunjukkan ciri kahas persaudaraan. Sapaan Shalom dalam ayat 41 menjadi sangat special karena menurut kesaksian Alkitab: mendengar salam itu, anak dalam rahim Elisabeth melonjak/bergerak dan Elisabeth tiba-tiba dipenuhi dengan Roh Kudus.
Kita menemukan suasana kegembiraan dengan kehadiran Maria. Persaudaraan menjadi berarti ketika kita saling ‘at home’ sebab hal pertama dari persaudaraan bukan materi, harta, kekayaan, jabatan, status tapi soal penerimaan kita terhadap keberadaan saudara kita. Dan suasana itu kita temukan dari kehadiran Maria, keluarga Elisabeth sangat bersukacita, bahkan Yohanes pembaptis yang masih berada dalam rahim Elisabeth ikut melonjak.
Ada teolog yang mengatakan bahwa suasana ‘at home itu’ menunjukkan bahwa Maria mampu mengkomunikasikan salam Allah sebab ia tidak hanya hadir sebagai saudara, suaranya mencerminkan kewibawaan sebagai hamba Allah. Maria juga sedang mencirikan kemesiasan Yesus dalam dirinya. Kita tahu bahwa dalam Yesaya 9 : 6 salah satu ciri dari Mesias adalah ‘Raja Damai.’ Istilah Ibrani bagi “damai,” shalom, sering digunakan sebagai rujukan kepada ketenangan orang individu, kalangan, ataupun bangsa-bangsa. makna damai yang lebih mendasar ialah “keharmonisan rohani yang datang sebagai akibat dari pemulihan hubungan antara seseorang dengan Allah.”
Bayangkan hanya dengan ucapan, Bayi dalam kandungan Elisabeth melonjak. Dalam bahasa yunani kata melonjak dipakai kata ‘Skirtao’ maksudnya adalah kegirangan. Kata ini dipakai untuk membedakan bayi yang biasnaya bergerak dalam kandungan. Itu bukan gerakan biologis semata, tetapi itu suatu cerminan sukacita, gembira karena salam dari hamba yang diberkati.
Ada pengakuan kuasa Allah mengedukasi manusia bahkan ketika manusia masih berbentuk janin dalam kandungan. Ungkapan lebih kuat dapat kita lihat pada ayat 44.
Kita sekarang merenung dalam persudaraan, apakah kehadiran kita memberi ketenangan atau dukacita, apakah persaudaraan masih ada ruang sukacita, kegembiraan dengan kehadiran saudara kita. Jika ruang-ruang kegembiraan itu sudah hampir punah, maka saatnya kita merekensoliasi relasi-relasi kita sebab Sang Raja Damai membawa shalom untuk pemulihan relasi.
– Setelah penerimaan yang luar biasa, Dalam ayat 42 – 44. Elisabeth yang dipenuhi Roh Kudus tiba-tiba mengucapkan beberapa kebenaran yang mengejutkan. Seolah mengajari kita bahwa persaudaraan itu bukan hanya berfokus pada apa yang kita punya, pekerjaan atau aktivitas kita tetapi tentang bagaimana kita saling menopang dalam kebenaran.
Pertama.
Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Kata diberkati ditulis ‘eulogeo.’ Kata ini berasal dari kata evlogimeni”, yang merupakan kata ganti orang kedua feminin tunggal, hanya digunakan dua kali saja dalam Perjanjian Baru. Kata ganti orang ketiga maskulin tunggal “evlogimenos” hanya digunakan untuk Maria dan Yesus ketika dia disambut di Yerusalem pada Minggu Palma dengan ungkapan : “Berbahagialah dia yang datang dalam nama Tuhan”.
Elisabeth menggunakan kata itu karena dia dipenuhi Roh Kudus.
Ia memberitakan apa yang benar: Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.
Ini ungkapan istimewa sebab kata ‘diberkatilah’ dalam pemahaman orang israel makna eskatologis, suatu pengakuan keistimewaan terhadap seseorang sampai hari penghakiman. Kita tahu, kelak Elisabeth melahirkan Yohanes Pembaptis, seorang yang memiliki nama besar dan pengaruhnya bahkan mengguncang istana. Dan maria juga akan melahirkan Yesus, Imanuel, Tuhan, mesias dan juruselamat kita.
Elisabeth menunjukkan betapa indahnya jika persaudaraan saling menopang agar kita terpanggil menghasilkan generasi yang diberkati, generasi-generasi yang mampu mengangat nama keluarga dan terutama memulikan nama Tuhan.
Kedua, hal lain yang terkandung dalam cara Elisabeth memuji Maria ialah, Eisabeth tidak lagi melihat Maria sebatas saudara, atau sebagai saudara yang umurnya masih muda dan kurang pengalaman, tetapi ia melihat bagaimana pemilihan Allah secara khusus bagi Maria.
Kuasa Roh menolong Elisabeth untuk menemukan bagaimana Allah menuntun manusia dalam ziarah menuju pusat kehidupan. Inilah ciri kemesiasan Yesus yang diucapkan oleh Elisabet sebab Allah berpihak bagi mereka yang lemah untuk menarik mereka kembali pada pusat kehidupan. Bandingkan dengan ungkapan Elisabeth selanjutnya:
Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?
Dari sepupu, Maria tiba-tiba disapa ibu Tuhanku. Dari sesama manusia, tiba-tiba Elisabeth menempatkan dirinya sebagai seseorang yang tidak layak dan Maria menjadi suatu sosok kudus bagi dirinya.
Elisabeth secara tidak sengaja sedang memproklamasikan ciri khas mesias yang mau menerima orang-orang lemah, orang-orang berdosa dan memulihkan mereka. Dalam Lukas 4 : 18, kita mendengar proklamasi kemesiasan Yesus ketika Ia berkata: Roh Tuhan ada padaku, ia mengurapi aku untuk menyampaikan kabar baik …. Proklamasi itu membuktikan karyaNya sebagai Mesias saat Dia menyapa orang-orang yang tidak diperhatikan orang lain. Pemungut cukai, orang berdosa, Lewi, Zakheus, orang-orang yang terbuang dan dianggap gelap, didekati Yesus, itulah Mesias yang mampu melihat apa yang tidak dilihat dengan mata manusia. Dan bahkan Mesias itu pula rela masuk dalam rahim kematian, 3 hari dalam batu kubur yang tertutup dan kemudian dari batu kubur yang mati itu, ia memancarkan kehidupan. Buah rahim diberkati sehingga anakNya kelak menjadi berkat bagi seisi dunia.
– Persaudaraan mesti menjadi ikatan yang membuat kita meyakini janji-janji Allah didalam hidup kita. Dalam ayat 45 disebutkan : Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.
Elisabet mengajari kita tentang makna iman sejati agar kita percaya dan meyakini semua janji-janji Tuhan. Saya tidak tahu apa janji-janji Allah itu. Kita menyadari bahwa Elisabet hamil diusia tua. Tentu saja ini adalah kehamilan yang paling beresiko dan rentan dengan hal-hal yang fatal. Tetapi ketika melihat Maria, Elisabet melihat kehadiran Allah. Allah yang hadir bukan hanya sebagai saudara, tetapi Allah yang hadir untuk menguatkan Elisabet dan sekaligus memberi rasa aman bagi Elisabeth bahwa kehamilannya dijaga dan didampingi oleh Allah. Tetapi kita juga jangan lupa bahwa suaminya Zakharia sedang sakit, ia bisu karena meremehkan kebenaran yang ditunjukkan malaikat.
Apa hebatnya teks ini? ketika Maria datang untuk didampingi, dikuatkan dan dihibur, justru dialah yang mendampingi, menghibur dan menguatkan. Dia benar-benar diberkati sebagai ibu Tuhan yang mencirikan sikap Tuhan.
Jika Allah berada dalam kehidupan kita, kita bukannya membawa persoalan, kita malah menjadi solusi bagi persoalan saudara-saudara kita. Tidak salah jika setelah Maria menyanyikan pujian dalam Lukas 1:56, Maria tinggal sampai 3 bulan untuk memastikan kendungan Elisabeth aman sampai tiba waktu melahirkan, ia melahirkan dengan sukacita.
Pada saat itu, ia dihormati sebagai perempuan Israel, suaminya belajar mengubah diri dan sembuh dari bisu. Keluarga ini kembali menemukan Tuhan dan diperkaya sebagai orang beriman. Ini adalah kunjungan yang membebaskan. Persaudaraan yang saling membebaskan karena Tuhan hidup dalam persaudaraan yang tulus ini. dan maria pun pulang sebagai pembebas, ia membebaskan ketakutan dirinya dan membebaskan keluarganya, saudaranya dari dilema ketakutan karena hamil diusia tua dan bertobat karena meremehkan Tuhan, Amin. (*)