Pengamat: Manuver Golkar NTT Borong Semua Partai adalah Upaya Pembunuhan Demokrasi

Kupang, RNC – Manuver Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Nusa Tenggara Timur (NTT) memborong partai politik untuk Pilkada menuai tanggapan dari masyarakat luas.

Dimotori Bakal Calon Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, Golkar sudah mengantongi rekomendasi dari Partai Gerindra, Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Perindo. Diberitakan akan menyusul Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrat. Total kursi mencapai 36 kursi!

Pengamat politik UGM sekaligus Founder dan Direktur The Indonesian Agora Research Center dan Ranaka Institute Ferdinandus Jelahut menilai manuver Golkar memborong semua partai politik merupakan sebuah upaya pembunuhan demokrasi.

“Demokrasi yang sehat tidak bisa hidup di atas keterbatasan pilihan. Partai-partai politik bertanggung jawab menghadirkan pilihan yang beragam kepada masyarakat dalam kontestasi elektoral,” paparnya.

Menurut Ferdi, tugas dan tanggung jawab partai politik di Indonesia tertulis dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2011. Menurut UU tersebut, partai politik mengemban tugas sebagai sarana komunikasi politik, agregasi kepentingan, kaderisasi, pendidikan politik, dan pengatur konflik.

“Upaya untuk membangun koalisi gemuk tanpa pesaing dalam Pilkada jelas melanggar undang-undang ini. Hal itu merupakan “dosa politik” yang tidak bisa diampuni oleh masyarakat,” kata Ferdi di Kupang, Selasa (20/8).

Bangun Koalisi Rakyat

Ferdi menilai, kecenderungan Parpol untuk membangun koalisis gemuk di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh oligarki. Oligarki ini mendepak agenda dan kepentingan rakyat dalam konsolidasi demokrasi.

“Pemilihan umum yang menjadi kesempatan konsolidasi demokrasi diturunkan maknanya menjadi ajang tukar tambah material antara partai politik dan pemilik modal atau oligarki,” tegasnya.

Ferdi menegaskan, saat ini kita membutuhkan koalisi rakyat melawan oligarkisasi partai politik ini. Solidaritas rakyat atau wong cilik melawan oligarki ini dibutuhkan untuk merebut kembali demokrasi dari tangan para mafia politik.

“Saya melihat ini merupakan virus demokrasi. Virus serupa sudah terwujud di Jakarta yang diberi nama “KIM Plus”. Upaya mereplikasi virus tersebut di provinsi-provinsi lain juga ada. Ini berbahaya untuk konsolidasi demokrasi. Kita harus mengantisipasi ini sejak dini supaya daya rusaknya tidak melebar,” ujarnya.

Oligarki Politik dan Kepentingan

Ferdi mewanti-wanti, semakin banyak partai politik dalam suatu koalisi, kepentingan oligarkinya juga semakin banyak. Akibatnya, agenda konsolidasi kepentingan rakyatnya semakin kecil. Itulah sebabnya kita selalu mendorong agar koalisi-koalisi Parpol saat Pilkada atau pemilihan umum itu mesti proporsional.

“Selain untuk menghadirkan beragam pilihan kepada masyarakat, koalisi Parpol yang proporsional juga memudahkan konsolidasi kepentingan rakyat dalam perumusan kebijakan. Selain itu, koalisi Parpol yang proporsional juga penting untuk menjaga sistem kontrol dan keseimbangan dalam proses demokrasi,” tutupnya.

Diberitakan saat ini Pilkada NTT mengerucut ke tiga calon yakni Emanuel Melkiades Lakalena-Johni Asadoma (Golkar 9 kursi, PSI 6 kursi, Gerindra 9 kursi, PAN 4 kursi, Demokrat 7 kursi), Simon Petrus Kamlasi-Andre Garu (Nasdem 8 kursi dan PKB 7 kursi), dan Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema (PDI Perjuangan).

Dari tiga calon, hanya Ansy yang belum memenuhi syarat kelengkapan kursi DPRD Provinsi NTT karena PDI Perjuangan hanya memiliki 9 kursi. Untuk maju Gubernur NTT butuh 13 kursi. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang memiliki 4 kursi DPRD Provinsi NTT diberitakan akan mendukung Ansy Lema dalam koalisi ramping 13 kursi. (rnc)

Ikuti berita terkini dan terlengkap di WhatsApp Channel RakyatNTT.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *