oleh

Rakyat Mengusung, Rakyat Menang

Oleh Aulora Agrava Modok
Ketua Umum DEMSOS

PERHELATAN politik lima tahun, pemilu legislatif dan eksekutif, semakin menyita atensi rakyat. Obrolan seputar politik mewabah dari ruang seminar mewah hingga kedai kopi pinggir jalan. Deretan kandidat mulai berseliweran. Pertanyaanya, apakah rakyat cukup punya referensi objektif tentang para kandidat? Bisa jadi paham, bisa jadi masih gamang.

Bicara kapasitas dan keterampilan, Socrates sang filsuf besar sepanjang masa memiliki kisah sendiri. Pernah suatu kali ia ditanya, apakah semua orang boleh menahkodai kapal? Socrates lantas berkata, saya akan mempercayakan perjalanan dan nyawa saya saat menaiki kapal, bukan kepada semua orang. Tetapi hanya kepada nahkoda yang memang mampu dan pantas menjalankan kapal tersebut. Saya tidak akan pernah rela ada orang yang tidak memiliki kemampuan menguasai kapal dan tidak terlatih sedikit pun untuk menjalankan kapal, sebab ia membawa banyak nyawa dan masa depan manusia yang menjadi penumpang.

Konteks itu seirama bila dilekatkan dengan prosesi politik yang mempertaruhkan nasib rakyat dan bangsa. Suksesi politik, tidak boleh mempertaruhkan nasib dan masa depan banyak orang pada figur yang jauh dari kompeten, dengan kapasitas memprihatinkan, dan lagi tidak pernah terlatih mengurus rakyat. Akibatnya, bisa seperti pengakuan banyak orang, paska dilantik baru mulai baca‐baca buku politik, misalnya.

Sedikit rumit menentukan orang yang tepat dalam kancah politik eksekutif maupun legislatif. Orang yang teruji konsisten mengurus rakyat bukannya tidak ada atau sedikit, tetapi bisa jadi kita tidak pernah “memberi” kesempatan mereka untuk menggapai kekuasaan dengan cara terhormat. Orang‐orang hebat ini biasanya terselip diantara hiruk‐pikuk kemilau bergelimangannya kandidat‐kandidat yang mempopulerkan diri melalui jalur nutrisi. Misalnya menghamburkan nominal fantastis demi memastikan seluruh makhluk bekerja untuk kemenangan dirinya semata. Bukannya itu biasa? Iya.

Baca Juga:  Pilpres: Selisih Quick Count dan KPU hanya 0,07 Persen

Namun saya lebih tertarik membayangkan, suatu saat, entah kapan, entah di bagian dunia yang mana. Ada sekumpulan rakyat bewust (sadar) yang merasa bertanggung jawab, yang dengan senang hati bergotong‐royong mempersiapkan pemimpin jebolan mereka. Mungkin karena semakin mereka tercerahkan, semakin selektif dalam menentukan pilihan. Rakyat yang merasa pemilu adalah kesempatan emas untuk mempersiapkan, mengusung dan memenangkan sosok yang teruji konsisten berjuang diantara tetesan keringat dan air mata rakyat.

Hal itu tentu mujarab memberangus praktek‐praktek kolot yang memanfaatkan pemilu sebagai arena menggasak sumber daya sang calon, atau aksi tipu‐tipu, atau aksi klaim suara yang kadang bikin calon mabuk kepayang sebelum pesta politik dimulai.

Fakta menunjukan biaya politik (rentan) bertarif tinggi dan menjadi semakin tidak masuk akal, harus dilawan dengan pola‐pola kerja masa depan yang mengedepankan kerja gotong‐royong rakyat. Sungguh hati kita sudah rindu merasakan kembali gotong‐royong sebagai jati diri bangsa Indonesia.

Gotong‐royong akan mematahkan tuntutan politik berbiaya tinggi. Bukankah pertemuan akbar penuh manusia seringkali membuat para calon serasa melayang? Padahal itu bukan jaminan keterpilihan. Saatnya kita berguru dari rakyat yang sejak dahulu menggali bermacam pengetahuan dari bincang‐bincang di tengah kebun, sawah, ladang, diskusi ringan dipinggir pantai, di bawah pohon, disamping kandang ternak, atau obrolan ibu‐ibu arisan, dengan sajian ubi kayu dan pisang rebus.

Meskipun pemilu masih dua tahun lagi, bukan suatu kekhilafan jika kita mencari dan menemukan sosok terbaik, dari sekarang. Penting untuk menempatkan orang‐orang terbaik pada ranah eksekutif dan legislatif.

Pemilu 2024 semakin memperlihatkan luasnya ruang politik bagi deretan orang‐orang berbakat, berotak brilian, berotot konsistensi. Bilamana saat itu datang, biarkan generasi muda dituntun oleh rakyat untuk berjuang bersama, mengupayakan cara‐cara terhormat untuk dicintai rakyat. Biarkan mereka mempersembahkan masa muda, usia emas dan semangatnya untuk mendirikan cara berpolitik masa depan, cara bekerja yang berpusat pada kesejahteraan rakyat, dengan mendahulukan rakyat sebagai leidstar (bintang penuntun). Selamat Hari Pahlawan. Rakyat adalah pahlawan, sedari dulu. (*)

Baca Juga:  Pilpres: Selisih Quick Count dan KPU hanya 0,07 Persen

Dapatkan update informasi setiap hari dari RakyatNTT.com dengan mendownload Apps https://rakyatntt.com

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *