Alfred Baun vs Gubernur VBL, Petrus Selestinus: Alfred Jangan Tarik Gigi Mundur

Headline, Hukrimdibaca 1,928 kali

Jakarta, RNC – Alfred Baun selaku Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAKSI) tidak boleh kendor, apalagi tarik gigi mundur melaksanakan peran kontrol publik ARAKSI terhadap pemberantasan dan pencegahan korupsi di NTT. Jangan terpengaruh dengan laporan polisi Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat dengan tuduhan pencemaran nama baik atau penghinaan di Polda NTT.

Hal ini disampaikan advokat senior yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus di Jakarta belum lama ini. Menurutnya, apa yang diperankan oleh ARAKSI adalah bagian dari kewajiban melaksanakan tugas konstitusional Peran Serta Masyarakat, sesuai perintah pasal 41 UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. pasal 8 dan 9 UU No. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas KKN dan PP No. 43 Tahun 2018, Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat.

“Jaminan Perlindungan Hukum dan Penghargaan dari negara kepada masyrakat yang menjalankan peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi, harus direalisasikan oleh Pemprov NTT, sebagai wujud Pemprov menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu membuka diri terhadap kritik dan kontrol publik serta menempatkan Peran Serta Masyarakat sebagai mitra strategis dalam tatakelola pembangunan,” jelas Petrus.

Persepsi yang Keliru

Lebih lanjut, Petrus menjelaskan pelaksanaan peran serta masyarakat adalah amanat UU dan Peraturan Pemerintah, bahkan mewajibkan penegak hukum untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat yang menjalankan peran serta masyarakat, yaitu kontrol publik disertai dengan hak untuk mendapatkan penghargaan atas perannya mengontrol pengelolaan keuangan negara atau daerah.

Dengan demikian, kata Petrus, terdapat persepsi yang keliru tentang peran ARAKSI yang secara efektif dilakukan oleh Alfred Baun oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor B. Laiskodat dengan melaporkan Ketua ARAKSI Alfred Baun ke Polda NTT. “Ini langkah yang menyesatkan yang berdampak mematikan peran kontrol publik yang dijamain UU,” ujar advokat PERADI ini.

Menurutnya, saat ini bola ada di tangan Polda NTT, karena dalam diri Polda NTT melekat kewajiban memberikan perlindungan hukum kepada Alfred Baun (ARAKSI), sebagai Terlapor yang melaksanakan Peran Serta Masyarakat. Jaminan Perlindungan Hukum itu diatur di dalam pasal 41 UU No. 31 Tahun 1999, jo. pasal 8 dan 9 UU No. 28 Tahun 1999, jo. pasal 2 ayat (2) e, dan pasal 12 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) PP No. 43 Tahun 2018.

Prinsip Restoratif Justice

Lebih jauh, menurut Petrus, restoratif justice atau keadilan restoratif harus menjadi pilihan utama Polda NTT, terutama mempertemukan Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat dan Alfred Baun, terkait dugaan pencemaran nama baik. Polda NTT harus profesional dan imparsial dalam menerapkan prinsip Keadilan Restoratif yang akhir-akhir ini mulai diterapkan Bareskrim Polri dan Polda-Polda di seluruh Indonesia, sebagai model penyelesaian perkara pidana.

“Padahal jikalau kita menganalisa narasi yang digunakan oleh Alfred Baun, maka kritiknya masih standar belum masuk kualifikasi delik penghinaan atau pencemaran nama baik, bahkan termasuk dalam ruang lingkup kontrol publik menyangkut dana ratusan miliar dalam sejumlah proyek yang diduga gagal untuk diingatkan agar tidak terjebak lagi pada proyek-proyek lainnya,” kata Petrus.

Menurutnya, penilaian kegagalan sejumlah proyek Pemprov NTT sudah dikritik banyak pihak, baik dalam diskusi publik maupun di media sosial beberapa bulan terakhir ini. Pertanyaannya, kata Petrus, mengapa ketika Alfred Baun dan ARAKSI menyampaikan kritiknya secara lebih sistimatis, termasuk mewanti-wanti Pemprov NTT untuk hati-hati dalam mengelola dana jika dapat pinjaman daerah sebesar Rp 1 triliun tiba-tiba jadi fitnah. (*/rnc)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *