Kupang, RNC – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) belum lama ini mengingatkan pemerintah dan masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mewaspadai ancaman bencana kekeringan meteorologis. Sebab berdasarkan analisis terkini, 100 persen dari total zona musim di NTT masih berada dalam periode musim kemarau.
Terkait dengan persoalan ini, pakar sekaligus praktisi pertanian lahan kering, Ir. Zet Malelak mengatakan, prediksi BMKG merupakan peringatan dini agar pemerintah dan masyarakat NTT segera mengantisipasi ancaman kekeringan. “Tahun lalu, hujan kurang. Kalau tahun ini hujan juga kurang, maka prediksi BMKG bisa terjadi,” ujar Zet saat diwawancara RakyatNTT.com, Selasa (22/9/2020).
Dari sektor pertanian, menurut Zet, ada beberapa langkah antisipasi dan solusi jangka pendek yang mesti dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan. Pertama, petani harus diarahkan untuk memilih jenis bibit tanaman yang tepat dan unggul serta bisa bertahan dengan kondisi kekeringan. Dan apabila tanaman jagung sudah tidak memungkinkan untuk ditanam pada musim kemarau, maka masyarakat bisa menanam ubi jalar ungu, kacang hijau dan sorgum. “Ubi jalar ungu kami sudah kami uji coba dan panen di mana-mana. Artinya berhasil dan bisa bertahan saat musim kemarau,” kata dosen Univeristas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang itu.
Kedua, tanam tanaman umur pendek yang bisa dipanen pada usia tiga bulan ke bawah sehingga ketersediaan air yang minim bisa tercukupi. Selain aneka jenis sayur, ada tanaman penghasil karbohidrat yang merupakan tanaman umur pendek seperti ubi jalar ungu dan jagung-jagung lokal jenis tertentu. “Yang dibutuhkan pertama oleh masyarakat itu karbohidrat. Namun tanaman penghasil karbohidrat yang berumur pendek itu sangat sedikit. Ini yang membuat masyarakat kita rentan,” terangnya.
“Padi butuh banyak air dan baru panen di atas usia empat sampai lima bulan. Ubi kayu panen di usia delapan bulan. Jagung dipanen di atas tiga bulan. Ada juga jagung-jagung lokal yang panen di bawah tiga bulan, tapi saya tidak tahu bibitnya masih ada atau tidak. Kalau ubi jalar ungu, panen di bawah tiga bulan dan paling lama tiga bulan,” sambung Zet.
Dinas Pertanian dan dinas teknis terkait lainnya, kata Zet, tidak saja mengarahkan kepada petani untuk menanam tanaman umur pendek selama musim kemarau. Tetapi juga harus mempersiapkan stok benih/bibit. Sehingga masyarakat tidak kesulitan untuk mendapat bibit unggul dari beragam jenis tanaman umur pendek.
Upaya lain yang bisa dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan selama musim kemarau yakni memaksimalkan lahan-lahan di daerah yang masih ada sisa-sisa air atau masih ada mata air untuk diplot sebagai zona pengembangan pertanian. “Apabila kekeringan berkepanjangan, maka daerah-daerah inilah yang digenjot untuk ditanam ubi atau jagung dan tanaman lainnya dalam skala besar. Kemudian baru terjadi distribusi pangan. Selama ini kita belum mendapatkan zona-zona yang diblok untuk pertanian apabila emergensi. Zona-zona ini sebenarnya ada karena ada kita punya kali-kali besar, hanya saja itu belum dimaksimalkan dengan baik,” jelasnya.
Zet menambahkan, perubahan iklim di NTT bisa saja membuat daerah ini banyak hujan atau sebaliknya kurang hujan. Oleh karena itu, teknologi hemat air sudah saatnya menjadi sebuah rujukan penting di NTT untuk tanaman pertanian. Dan salah satu metode teknologi hemat air yakni sprinkle irigasi, sehingga tidak ada lagi irigasi terbuka. “Air yang dikirim dari bendungan atau embunh ke daerah persawahan atau kebun harus tertutup di bawah tanah melalui jaringan pipa. Tidak lagi terbuka seperti di got sehingga kebutuhan air bisa diatur dan menjadi lebih hemat,” katanya.
“Selama air yang dialiri dari sumber-sumber air permukaan dibiarkan terbuka. Kalau got panjangnya tiga kilometer, maka air yang hilang bisa mencapai 50 persen. Apalagi kalau konstruksi got itu bukan dari campuran semen tapi hanya tanah biasa,” tambah Zet.
Prinsip teknologi hemat air, lanjut Zet, adalah mengurangi aliran yang tidak produktif seperti rembesan, perkolasi, dan evaporasi, serta memelihara aliran transpirasi. Dan selama ini, dia sudah mempraktekkan bebeberapa teknologi hemat air. Baik di kebun percobaan pertanian lahan kering yang ada di Universitas Nusa Cendana (Undana) maupun di kebun-kebun pribadi. “Di kebun Undana saya buat irigasi tetes untuk hemat air. Metode-metode inilah yang harus kembangkan untuk menghemat air saat kemarau panjang, karena aktivitas pertanian sangat tergantung dari ketersediaan air,” ungkapnya. (rnc)