Jakarta, RNC – Inggris mengidentifikasi varian baru virus Corona yang tampaknya menyebar lebih cepat, dan memicu kekhawatiran bahwa pandemi COVID-19 akan terus berlangsung bahkan setelah vaksinasi. Studi menunjukkan penyebarannya yang cepat mungkin akan menyebabkan pasien bertambah dan risiko kematian yang lebih tinggi.
Dikutip dari Detikcom, The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengungkapkan bahwa ilmuwan dan ahli penyakit menular masih mengumpulkan tentang varian Corona baru, yang disebut SARS-CoV-2 VUI 202012/01. Dikutip dari Bloomberg, Penelitian Pusat Pemodelan Matematika Penyakit Menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine menemukan bahwa varian baru COVID-19 ini 56 persen lebih mudah ditularkan daripada jenis lainnya.
Peneliti yang berfokus pada Inggris Tenggara, Timur dan London mengatakan masih belum pasti apakah strain yang bermutasi lebih mematikan atau tidak dibandingkan pendahulunya. “Meskipun demikian, peningkatan penularan mungkin akan menyebabkan banyaknya peningkatnya kasus, lalu kasus rawat inap dan kematian akibat COVID-19 yang diprediksikan akan lebih tinggi pada 2021 daripada 2020, meskipun pembatasan wilayah yang diterapkan sebelum 19 Desember diperbaiki,” ujar para peneliti dikutip dari Yahoo News.
BACA JUGA: Waspada! Ada Corona Jenis Baru, Sudah Masuk Kawasan Asia
Para penulis studi juga memperingatkan bahwa lockdown yang diberlakukan di Inggris pada November tidak mungkin mencegah peningkatan infeksi kecuali jika sekolah dasar, sekolah menengah, dan universitas ikut ditutup. Hal ini berarti perlu untuk mempercepat peluncuran vaksin dalam meminimalisir risiko fatal lainnya.
Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan bahwa jenis virus Corona baru mungkin 70 persen lebih menular daripada versi asli penyakit tersebut. Akibatnya, banyak negara dengan cepat memberlakukan larangan perjalanan dari Inggris.
Pihak Pfizer yang memproduksi vaksin Pfizer-BioNTech mengatakan vaksinnya mungkin efektif untuk melawan mutasi virus yang terdeteksi di Inggris tersebut. Hal itu membuat para peneliti meminta proses pendistribusian vaksin dipercepat secara global agar menekan angka kematian akibat COVID-19. (*/dtc/rnc)