Meneropong Masa Lalu Demi Masa Depan Partai Golkar

Opinidibaca 576 kali

Partai Golkar akan merayakan hari ulang tahun yang ke-56 pada tanggal 20 Oktober 2020. Sebagai partai tertua di Indonesia, perayaan itu tidak boleh semata-mata tersimpul pada kesan seremonial belaka, tetapi harus dijadikan momentum untuk menimba pengalaman dari perjalanan selama 56 tahun, melakukan refleksi dan koreksi, selaras dengan tantangan masa kini tetapi tetap berakar pada cita-cita awal para pendiri.

Retrospeksi dan Introspeksi

Merayakan hari ulang tahun, bukan sekedar mengenang rentang waktu tetapi apa yang diisi dalam perjalanan waktu itu. Seluruh elemen perlu melakukan retrospeksi sekaligus introspeksi baik secara personal maupun kolektif untuk menatap masa depan yang lebih baik dan kokoh.

Retrospeksi berarti melihat kembali semangat awal para pendiri dan menemukan nilai-nilai yang terkandung dibalik perjalanan sejarah Partai Golkar. Cicero (55 SM), seorang filsuf dan politikus Romawi kuno pernah menulis, “historia vitae magistra”, sejarah adalah guru kehidupan. Dalam makna yang tidak jauh berbeda, A. B. Lapian (2011) mengingatkan pentingnya menghayati perjalanan sejarah sebagai pengingat, pemersatu dan penyemangat.

Embrio Partai Golkar bermula dari terbentuknya Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar pada tanggal 20 Oktober 1964 yang diprakarsai oleh golongan militer khususnya perwira Angkatan Darat. Sekber Golkar lahir sebagai sebuah panggilan untuk meredam pemberontakan PKI di berbagai wilayah dan membendung propaganda-propaganda PKI yang mengancam stabilitas politik, keamanan dan pertahanan negara. Puncak dari tindakan brutal PKI adalah pemberontakan 30 September 1965 atau lebih dikenal dengan G 30 S/PKI yang menewaskan enam perwira tinggi dan satu perwira menengah Angkatan Darat.
Kilas sejarah di atas memang terlalu singkat dibahas, namun dapat menghantar kita menemukan khalikah luhur nan mulia dari para perintis Partai Golkar yakni mempertahankan keutuhan NKRI, menguatkan tatanan bernegara dengan roh Pancasila dan spirit UUD 1945 sebagai bingkai Indonesia yang bhineka.

Retrospeksi juga mengandung makna menemukan kembali nilai-nilai karya yang telah dilukis para pendahulu ketika mewarnai tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini penting untuk mempelajari harkat kekaryaan tokoh Golkar dalam proses pembangunan sosial dan politik.

Di Nusa Tenggara Timur (NTT), para gubernur jebolan Golkar dapat dijadikan sebagai pangkalan keteladanan antara lain, El Tari, Ben Mboi, Hendrik Fernandez dan Piet A. Tallo. Ketika memimpin NTT, para gubernur berdarah Golkar ini dikenal dan dikenang tidak hanya karena memiliki karakter yang kuat tetapi juga dari filosofi pembangunan yang dijadikan sebagai semboyan dalam mengibarkan semangat kerakyatan.

El Tari (1966-1978) mengawali kepemimpinannya dengan motto: “Tanam, Tanam, Tanam”, Ben Mboi (1978-1988) menandai pengabdiannya dengan program: “Operasi Nusa Makmur, Operasi Nusa Hijau dan Operasi Nusa Sehat”, Hendrik Fernandez (1988-1993) melancarkan pembangunan dengan memakai istilah: “Gerakan Meningkatan Pendapatan Asli Rakyat (Gempar) dan Gerakan Membangun Desa (Gerbades)”, hingga Piet A. Tallo (1998-2008) yang terkenal dengan filosofi “Tiga Batu Tungku : Pendidikan, Ekonomi, Kesehatan”.

Tidak heran jika para pemimpin Golkar berhasil menancapkan kesan yang kuat bagi masyarakat NTT hingga saat ini karena ketika berkuasa, para gubernur tidak hanya melaksanakan pembangunan tetapi juga mentransformasi nilai.

Selain semangat kerakyatan, terpancar pula iktibar persatuan dari pemimpin semisal El Tari dan Ben Mboi. Dalam buku Ben Mboi Percikan Pemikiran Menuju Kemandirian Bangsa (2015), kedua tokoh ini dituliskan pernah mengikat sumpah untuk mempersatukan Flobamora, demikian isinya: “Ben, ayo, mari lu (engkau) dan beta (saya) bersumpah. Dalam segala perbedaan kita, lu dan beta bersumpah tidak boleh pecahkan Flobamora ini!”. Nazar dari El Tari dan Ben Mboi merupakan bentuk perlawanan terhadap sentimen suku dan agama di NTT.

Gubernur berdarah Golkar terakhir Piet A. Tallo, turut memberi warna tersendiri tatkala memimpin NTT. Menelusuri jejak kata demi kata, kita akan selalu menemukan idiom yang lengket dengannya yakni, “tidak ada yang kebetulan di kolong langit”. Untaian ayat itu hendak menunjukan betapa tingginya religiositas seorang Piet A. Tallo yang mengimani bahwa NTT yang multikultur adalah anugerah dari Sang Pencipta.

Semangat kerakyatan, persatuan, religius dan keseluruhan tatanan nilai yang dihasilkan para tokoh adalah teladan dan inspirasi. Ketika semua elemen organisasi berhasil meneropong masa lalu, roh dan nilai karya para pendahulu dijadikan pedoman untuk melakukan introspeksi. Bagaimana kondisi NTT pada saat ini? Apakah eksistensi Partai Golkar masih sejalan dengan semangat awal dan nilai karya para pendiri? Bahkan di tikungan tertentu, kontemplasi seputar pemilihan gubernur NTT di era pemilihan langsung, wajib dilakukan karena calon gubernur tulen Partai Golkar selalu tumbang. Apakah karena kurang karyanya? Atau karena soliditas partai yang terpecah belah oleh berbagai kepentingan?

Memandang NTT

Menatap NTT pada masa ini kita akan melihat berbagai persoalan yang terus berlangsung. Pertama, NTT masih bergelut dengan identitas lokal. Agama yang mestinya hanya sebatas moral strength menjelma menjadi sumber majority power. Sentimen suku dan budaya selalu masuk dalam jaringan permainan politik terutama dalam masa-masa pemilihan.

Kedua, NTT masih jauh dari kata sejahtera. Kemiskinan masih menjadi masalah klasik yang belum tuntas terselesaikan. Secara jumlah, data penduduk miskin NTT pada Maret 2019 sebanyak 1.146.032 orang. Menurut Bappenas, mereka adalah sekelompok masyarakat yang belum mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat seperti kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan dan air bersih.

Ketiga, kualitas sumber daya manusia (SDM) NTT yang memprihatinkan. NTT sebenarnya memiliki potensi diberbagai sektor seperti, pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan dan pariwisata. Sayangnya potensi itu belum didukung oleh SDM yang memadai. Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2019, jumlah penduduk angkatan kerja yang berpendidikan SD ke bawah sebanyak 1,358 juta dari total penduduk usia kerja yang berjumlah 3,471 juta.

Keempat, NTT provinsi terkorup di Indonesia. Sangat ironis betul, NTT yang melekat dengan stigma miskin malah menjadi bagian dari komunitas provinsi terkorup ketika tampil di urutan keempat berdasarkan penilaian Transparency International Indonesia (TII). Merujuk dari data pada Sistem Informasi Penelususran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri 1A Kupang, sepanjang 2018 terdapat 33 kasus korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Kupang. Lebih mengerikan lagi jika berpatokan pada laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang kondisi pemberantasan korupsi di NTT, akumulasi kerugian negara akibat korupsi di NTT sampai saat ini mencapai angka Rp. 5,6 Triliun lebih.

Kelima, NTT mengalami gejala krisis perpolitikan. Kondisi perpolitikan saat ini menunjukan terjadi pergeseran nilai, dari moralitas politik berfundamenkan pancasila menuju idealisme politik dengan kiblat uang dan kekuasaan. Bermacam kejadian yang mengindikasikan itu antara lain, politik transaksional yang terus terjadi, komersialisasi suku dan agama, politisi kutu loncat dan yang paling utama sejumlah kasus tertangkapnya politisi karena korupsi.

Minimnya sensitivitas partai politik terhadap masalah kemanusian di NTT juga merupakan gejala lain dari krisis perpolitikan. Satu contoh pertanyaan, adakah partai politik yang ambil bagian untuk masalah kemanusiaan di Besipae kabupaten Timor Tengah Selatan ? Partai politik terlihat menjadi antitesis bagi rakyat justru disaat dimana rakyat sangat membutuhkan jembatan sebagai penengah konflik. Partai politik semestinya tidak boleh terlepas dari rakyat dan membiarkan rakyat berjuang sendiri. Kapan partai politik dan rakyat bersatu ? Apakah hanya pada saat pemilihan, petinggi partai turun menemui rakyat dan meluluhkan hati rakyat? Sungguh, jawaban yang menggelikan.

Meneropong Masa Lalu Demi Masa Depan

Suatu langkah hebat yang dilakukan ketua DPD I Partai Golkar NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena diawal kepemimpinan adalah mengajak seluruh pengurus melakukan ziarah ke makam para tokoh Golkar dan silahturahmi ke deretan sesepuh yang hampir tenggelam jejak dan keberadaannya. Hal ini menunjukan kebesaran jiwa seorang pemimpin muda untuk menghargai sejarah dan perjuangan para pendahulu. Makna lain yang ikut tersirat didalamnya bahwa dengan meneropong masa lalu memungkinkan seseorang lebih terarah melintasi masa depan. Dengan begitu, seluruh elemen Partai Golkar baik personal maupun kolektif akan memahami segala kekurangan di masa lalu sekaligus mengetahui kunci keberhasilan para pendahulu.

Tantangan pada saat ini sangat berat karena Partai Golkar masuk dalam persaingan dengan banyak partai politik yang turut mengusung panji kerakyatan. Tetapi semua penggerak Partai Golkar harus tetap berpedoman pada semangat seorang Ben Mboi bahwa tantangan Golkar yang sesungguhnya ada pada kekaryaan itu sendiri. Golkar akan ditinggalkan pendukungnya jika kekaryaan itu surut. Oleh karena itu, dalam ketekunan, kerja keras dan integritas, Partai Golkar diharapkan tetap berprestasi dalam memberikan sumbangsi bagi kemajuan rakyat NTT.
Pergerakan Partai Golkar saat ini dapat dikatakan sebagai era barunya Partai Golkar NTT. Berbagai terobosan dilakukan untuk memberi kesan Partai Golkar adalah partai tua yang bergaya muda. Muda dalam pengertian kreatif, inovatif, bergerak cepat dan tetap idealis dalam kemasan program yang menarik.
Dalam upaya memodernkan Partai Golkar, beberapa hal yang perlu dikembangkan lebih jauh.

Pertama, mewujudkan Partai Golkar sebagai rumah bersatunya kepelbagaian. Dengan menjunjung mimpi besar El Tari dan Ben Mboi untuk mempersatuan Flobamora, Partai Golkar harus berupaya keras menjadi rumah bersama bagi masyarakat bangsa dengan berbagai perbedaan. Partai Golkar menjadi ladang persemaian benih-benih nasionalisme dan semangat persatuan.

Kedua, gencar melakukan reaktualisasi kaderisasi. Pengkaderan adalah cara terbaik untuk melahirkan idealisme kader. Namun dalam pelaksanaan kaderisasi harus memiliki konsep detail yang terus disosialisasikan dan dilaksanakan secara konsisten. Keberhasilan kaderisasi ditandai dengan munculnya komitmen kader terhadap ideologi dan paling penting setiap kader mampu melakukan penjelmaan agenda perjuangan partai menjadi agenda perjuangan pribadi.

Ketiga, Partai Golkar terus melangkah bersama rakyat. Pada saat ini, Partai Golkar NTT menjadi partai politik yang paling rutin melaksanakan agenda kegiatan bersama rakyat. Menerjunkan kader-kader ke tengah masyarakat merupakan langkah penting untuk memangkas keterasingan partai politik dengan rakyat. Melalui kegiatan pendidikan politik, advokasi atau kegiatan sosial lainnya, Partai Golkar hadir bersama masyarakat untuk memberi pencerahan politik, menguatkan kapasitas masyarakat sekaligus menyerap aspirasi dan mengerti masalah yang dihadapi masyarakat.

Keempat, memperkuat pelembagaan partai. Lahirnya buku berjudul “Karya Jejak Golkar” adalah wujud dari pelembagaan nilai yang dijadikan sebagai pedoman cara pandang, sikap dan kebijakan. Namun pelembagaan nilai harus didukung dengan kekuatan sistem yang dikelola secara bijaksana, demokratis dan transparan. Selain itu, memperkuat pelembagaan partai juga mengisyarakatkan adanya integritas dan otonomi partai yang kokoh sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh organisasi luar, tokoh-tokoh luar yang mengancam tergadainya aspirasi.

Sebagai penutup, Partai Golkar adalah partai politik yang berhasil menembus tantangan diberbagai zaman. Ketika meneropong masa lalu, diharapkan seluruh elemen Partai Golkar terkonvergensi pada satu pengakuan bahwa bertahannya Partai Golkar tidak lepas dari peran suara rakyat yang adalah suara Tuhan (Vox Populi, Vox Dei). Dengan mengedepankan kesadaran itu, ketika memandang rakyat NTT yang masih terdapat sekelumit persoalan, semoga menemukan panggilan Tuhan untuk terus membangun NTT dari titik tersulit.

* Penulis : Agung Hermanus Riwu, S.Pd (Pengajar SMPK Giovanni Kupang)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *