Jakarta, RNC – Satu keluarga di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, menjadi korban pembantaian kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pada Jumat (27/11/2020). Aksi keji yang menewaskan empat orang tersebut dipimpin oleh Ali Kalora.
Keempat korban tersebut adalah Yasa dan menantunya Pinu serta dua lainnya Naka dan anaknya Pedi. Selain itu, kepolisian menyebutkan kelompok Ali Kalora mengambil juga stok beras hingga 40 kg dan membakar 6 rumah warga.
“Kelompok MIT mengambil stok makanan berupa beras dan rempah-rempah milik warga kemudian membakar sebanyak enam unit rumah,” ujar Kapolda Sulteng Irjen Abd Rakhman Baso dalam konferensi pers di rumah jabatan Kapolda Sulteng pada Minggu (29/11/2020) pagi seperti dilansir dari detikcom.
Tragedi di Sigi, Sulawesi Tengah ini terjadi pada Jumat (27/11/2020) pukul 10.00 Wita tepatnya di Desa Lembatonga, Kecamatan Palolo. Diduga kelompok Ali Kalora yang melakukan pembantaian di Sigi Sulawesi Tengah berjumlah 8 orang.
Profil Ali Kalora dikutip dari BBC Indonesia:
Ali Kalora bergabung dengan MIT pada tahun 2011 lalu. Ia bergabung bersama istrinya, yakni Tini Susanti Kaduku alias Umi Fadel. Pada tahun 2016 ia pun dipercaya menjadi pemimpin MIT.
Ali Kalora mulai menjadi pemimpin setelah ketua MIT, Santoso alias Abu Wardah tewas dalam penyergapan aparat keamanan 2016 lalu. Selain itu, pentolan lainnya, Basri alias Bagong juga tertangkap.
Menurut Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib Ali Kalora memiliki pengaruh yang kuat seperti Santoso dulu. Pasalnya, ia mampu merekrut puluhan orang untuk bergabung.
Namun, Ali Kalora dianggap bukanlah sosok kombatan. Ali Kalora dinilai tidak memiliki keahlian apa-apa sebelum bergabung dengan MIT.
Selain itu, kemampuan gerilya Ali Kalora disebut terbatas karena belum pernah turun ke medan konflik.
“Kecuali kemampuannya untuk bertahan hidup dalam pelarian. Dengan logistik yang terbatas, Ali Kalora bisa menjadi apa saja, menyamar menjadi warga lokal, bahkan petani dan jalan sejauh itu,” ungkap dia, Rabu (02/01/2019).
BACA JUGA: Tragis, Satu Keluarga di Sigi Dibunuh Kelompok Teroris MIT
Sosok ini berbeda jauh dengan pemimpin sebelumnya, Santoso. Lantaran, Santoso yang tewas dalam baku hantam dengan TNI-polisi ini diketahui memiliki keahlian propaganda.
Senada dengan Ridlwan, pengamat terorisme serta pengajar di Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe Al Chaidar mengatakan Ali Kalora tidak memiliki pengaruh yang kuat seperti Santoso.
Adapun, satu-satunya kelebihan dari Ali Kalora adalah kedekatannya dengan kelompok militan Islam di Mindanao (Filipina) dan Bima (Nusa Tenggara Barat).
“Dengan afiliasinya bersama kelompok Mindanao dan Bima, dia bisa merekrut anggotanya dari luar Poso, termasuk memperoleh senjata api,” jelas Chaidar.
Pada tahun 2019, polisi menjelaskan bahwa wilayah kekuasaan Ali Kalora berada di sekitar pegunungan wilayah Kabupaten Poso hingga Kabupaten Parigi Moutong.
Sementara itu, sang istri, Umi Fadel yang diduga pernah mengikuti pelatihan menembak kelompok MIT telah tertangkap polisi pada Oktober 2016 silam dalam keadaan tengah hamil tua.
Namun, meski disebut “tidak berpengalaman”, Operasi Tinombala sejak 2016 lalu untuk mengejar kelompok MIT, belum mampu menangkap Ali Kalora yang dituding melakukan pembantaian di Sigi Sulawesi Tengah.
(*/dtc/rnc)