Jakarta, RNC – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan masih terjadi kelangkaan obat terapi COVID-19 di apotek beberapa daerah. Kelangkaan terutama terjadi di daerah yang mengalami peningkatan kasus seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa lainnya di Pulau Jawa.
Harga obat terapi COVID-19 pun turut melambung tinggi. Bahkan ada yang menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Atas dasar itu, KPPU melakukan investigasi yang saat ini masih dalam penyelidikan awal.
Dilansir dari detikcom, Komisioner KPPU, Ukay Karyadi mengatakan, setelah dilakukan pemantauan pihaknya pun melakukan pemanggilan beberapa orang untuk dimintai keterangan dalam upaya penindakan secara hukum.
“Kami sudah melakukan penegakan hukum, kami tidak bisa berbicara terlalu banyak. Dari kajian ini kami akan memberlakukan advokasi, kami juga memperdalam ke penegakan hukumnya. Beberapa pelaku industri juga sudah kami mintai keterangan, ada yang sudah, ada yang masih dalam antrian,” kata Ukay dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (30/7/2021).
Dia mengatakan, jika dalam kegiatan bisnisnya terdapat indikasi pelanggaran secara hukum maka tidak segan-segan akan ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi. “Nanti kalau ditemukan mereka di perilaku bisnisnya ada indikasi pelanggaran terhadap UU tentunya kami akan tindak lanjuti secara hukum dan akan dikenakan sanksi,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan KPPU, Zulfirmansyah mengatakan, ada daerah yang mengalami surplus hampir ribuan persen. Meski begitu, dia tak menyebutkan lebih jauh daerah mana saja.
“Di suatu daerah kita katakan surplus bahkan surplus hampir ribuan persen. Nah ini jadi fokus penelitian kita apabila di sana harga jualnya di atas HET. Ini masih dalam tahap penyelidikan awal di penegakan hukum, sehingga data ini sangat sensitif dan tidak bisa kita share,” kata Zulfirmansyah.
Dia mengatakan, sebagian besar kenaikan harga di atas HET terjadi di Jawa-Bali. Namun ada juga daerah lain yang tidak terjadi kenaikan harga, hanya kesulitan menjaga stok ketersediaan karena biaya distribusi yang terlalu tinggi.
Perihal harga obat terapi, di DKI Jakarta, KPPU menemukan harga yang melampaui HET. Obat Ivermectin di beberapa toko obat online dijual dengan harga dua kali lipat dari HET yaitu sebesar Rp 16.750 per tablet. Padahal, HET untuk Ivermectin yaitu maksimal Rp 7.500 per tablet.
Di Jawa Barat, masih di marketplace terdapat toko yang menjual Favipiravir 200 mg produksi Kimia Farma dengan merk Avigan dan Avicov dijual Rp 35.000-85.000 per tablet (HET Favipiravir 200 mg maksimal Rp 22.500 per tablet). Begitupun dengan Oseltamivir 75 mg yang diproduksi Indofarma, KPPU masih menemukan harga hampir tiga kali lipat di atas HET yakni Rp 67.500 per kapsul (HET Oseltamivir 75 mg per kapsul Rp 26.000).
Obat antibiotik Azithromycin masih banyak dijual di atas harga eceran. KPPU menemukan harga Azithromycin 500 mg dijual seharga Rp 40.000 per dengan HET maksimal Rp 1.700 per tablet. Sedangkan Azithromycin 0,5 g dijual dengan harga Rp 100.000 per vial, padahal HET yang ditentukan Rp 95.400 per vial.
Di Banten, harga obat Favipiravir 200 mg produksi Kimia Farma dijual Rp 55.000 per tablet, merk Avicov bahkan dijual Rp 65.000 per tablet dengan HET keduanya maksimal Rp 22.500 per tablet. Masih di Banten, obat terapi COVID-19 Remdisivir 100 mg per vial injeksi paten dijual dengan merk Remdac dan Covifor mengalami kenaikan hampir dua kali lipat dari HET nya yaitu dijual Rp 1.550.000-1.800.000 (HET Rp 510.000 per vial).
KPPU Kanwil Jambi pun melaporkan hal serupa. Di salah satu apotek K-24 Provinsi Jambi, harga Azithromycin 500 mg tablet dijual Rp 1.800 per tablet memiliki selisih dengan HET sekitar Rp 500. Ada dua jenis obat yang sulit didapatkan hingga saat ini yakni Remdisivir dan Immunoglubin.
(*/dtc/rnc)