oleh

NTT 3 Bulan Berturut-turut Deflasi, Ini Warning BPS untuk Pemda

Kupang, RNC – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali mengalami deflasi pada Agustus 2020. Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT, tercatat NTT mengalami deflasi sebesar 0,71 persen dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 102,82.

Deflasi Agustus 2020 di NTT terjadi karena adanya penurunan indeks harga pada 7 dari 11 kelompok pengeluaran. Kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks harga terbesar adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang naik sebesar 2,19 persen. Diikuti oleh turunnya indeks harga kelompok transportasi sebesar 0,73 persen.

Dua bulan sebelumnya, NTT juga mengalami deflasi. Pada Juli 2020, NTT tercatat mengalami deflasi sebesar 0,32 persen dengan IHK sebesar 103,55. Sedangkan pada Juni 2020, NTT mengalami deflasi sebesar 0,02 persen dengan IHK sebesar 103,89.

Kepada RakyatNTT.com, Kepala BPS NTT, Darwis Sitorus mengatakan, deflasi merupakan kondisi dimana harga-harga mengalami penurunan akibat turunnya jumlah uang yang beredar. “Ini bukan karena suplay demand, tapi memang masyarakat tidak mampu beli dan menahan uangnya untuk berbelanja karena pendapatannya menurun. Jadi meskipun produksinya tinggi, mau tidak mau pedagang harus turunkan harga karena daya beli menurun,” sebut Darwis usai jumpa pers di Aula Kantor BPS NTT, Selasa (1/9/2020).

Menurut Darwis, deflasi yang terjadi secara terus menerus tentu tidak baik untuk perekonomian negara atau daerah. Jika tidak segera dilakukan perbaikan, jelas akan menuju ke resesi. “Kalau terus-menerus terjadi deflasi, jelas bahaya. Ini ciri-ciri menuju resesi dan indikasinya adalah masyarakat semakin tidak punya uang. Potret ini harus diperhatikan pemerintah agar jangan sampai kembali terulang,” katanya.

Deflasi, lanjut Darwis, juga bisa menggambarkan sederet bantuan yang ditebar pemerintah belum optimal menopang daya beli masyarakat. Oleh karena itu, satuan kerja (Satker) di pemerintah daerah segera menggelontorkan anggaran yang bisa menopang aktivitas ekonomi masyarakat. “Dana-dana yang dialokasikan untuk jaring pengaman sosial selama pandemi Covid-19, baik dari pusat maupun daerah, harus segera dikucurkan kepada masyarakat. Dengan demikian daya beli masyarakat akan meningkat dan uang akan berputar serta memberikan dampak positif dari hulu sampai ke hilir,” jelas Darwis.

Sementara Kepala BPS Kota Kupang, Ramly Kurniawan Tirtokusumo juga mengingatkan Pemerintah Kota Kupang untuk memperhatikan potret deflasi. Sebab Kota Kupang juga mengalami deflasi secara berturut-turut selama 3 bulan terakhir. Bahkan pada Agustus 2020, Kota Kupang mengalami deflasi sebesar 0,92 persen, sekaligus deflasi tertinggi dibandingkan dengan 52 kota sampel IHK lainnya di Indonesia yang juga mengalami deflasi.

“Memang beberapa bulan ini terjadi deflasi karena ada penurunan harga kelompok pengeluaran karena daya beli juga rendah. Dalam situasi pandemi, angka ini masih wajar dan tidak sampai menimbulkan resesi. Tapi kalau tidak dilakukan perbaikan, bisa bahaya,” kata Ramly.

Potret deflasi ini, menurut Ramly, harus segera ditindaklanjuti oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah Kota Kupang. “Tim ini terdiri dari OPD atau stakeholder terkait yang ada urusannya di bidang ekonomi. Masing-masing stakeholder harus bisa memberikan masukan untuk memicu pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya. (rnc09)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *