Soal Pajak Tinggi di Sumba Timur, GBY Sebut Pemda Bebani Rakyat

Waingapu, RNC – Kenaikan pajak di Sumba Timur hingga mendekati empat kali lipat (mendekati 400%) sejak 2021, menjadi keluhan utama masyarakat di tengah melemahnya perekonomian pasca dihantam badai Covid-19.

Sebagaimana diketahui, Pandemi Covid-19 yang menghantam dunia secara global memberikan pengaruh signifikan terhadap kondisi perekonomian.

Dampak itu pun turut dirasakan warga Sumba Timur. UMKM yang menggantungkan marketnya pada perputaran uang di industri kerajinan bahkan harus gulung tikar seiring melemahnya daya beli masyarakat.

Tenun ikat yang menjadi salah satu sektor ikutan industri pariwisata juga mengalami koreksi cukup tajam seiring pemberlakuan larangan perjalanan/bepergian.

Itu hanya beberapa contoh kecil ambruknya dimensi perekonomian usai dihantam Pandemi Covid-19. Sayang, di tengah gejolak ekonomi yang mengalami koreksi cukup dalam, masyarakat kemudian menerima kabar yang cukup kontraproduktif dengan upaya pemulihan ekonomi.

Pemda Sumba Timur melalui Peraturan Bupati memutuskan menaikkan pajak hingga mendekati 4 kali lipat yang mulai berlaku efektif pada tahun 2021.

Secara legal formal, Bupati memang diberi kewenangan penuh menerbitkan Perbup terkait dengan bea pajak daerah. Hal tersebut juga diperkuat dengan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang memberikan kewenangan pada daerah untuk melakukan penyesuai pajak tiga tahun sekali.

Meski demikian, selain kewenangan UU ini juga memberikan batasan ketat mengenai syarat menaikkan pajak daerah. Salah satu aspek yang ditekankan yakni bea pajak jangan sampai kontraproduktif dengan perekonomian daerah atau membebani rakyat atau dalam istilah perpajakannya disebut dengan memperhatikan PDRB per kapita riil.

Pedoman yang dipakai Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan pemerintah daerah. Dengan logika yang sama pada tingkat distribusi pendapatan tertentu yang tetap, semakin tinggi PDRB perkapita riil suatu daerah, semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintahannya.

Dengan memperhatikan kondisi perekonomian pasca dihantam Pandemi Covid 19, maka tentu beralasan jika masyarakat mengeluhkan kenaikan pajak hingga 4 kali lipat.

Keluhan masyarakat inilah yang menjadi dasar pertimbangan pasangan calon ULP-YH berkomitmen menurunkan pajak jika mendapatkan mandat rakyat dalam Pilkada 2024.

Mantan Bupati Sumba Timur, Gidion Mbilijora (GBY) yang hadir mendampingi ULP-YH saat tatap muka dengan warga Km 2, Senin (27/5/2024) buka-bukaan menyoroti kebijakan kenaikan pajak yang tidak memperhatikan kondisi perekonomian masyarakat.

Menurut GBY, sejak UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berlaku efektif sejak dimasukkan dalam daftar lembaran Negara tahun 2009, sebagai bupati, ia memiliki 4 kali kesempatan menyesuaikan (menaikkan) pajak daerah.

Namun pilihan menaikkan pajak daerah tidak ditempuh GBY setelah mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat. Menurut GBY, menaikkan pajak daerah bukan pilihan rasional serta kontraproduktif dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut, GBY menjelaskan menaikkan bea pajak justru makin membebani perekonomian warga.

Demi mewujudkan pencapaian kemandirian fiskal dan moneter sebagai salah satu tujuan utama Otonomi Daerah, kepemimpinan GBY memprioritaskan ketersediaan lapangan kerja yang secara konkrit diejawantahkan dengan mendorong pertumbuhan pariwisata, memfasilitasi permodalan UMKM serta mendorobf kebijakan yang memudahkan investasi di Sumba Timur.

Hasil konkritnya dapat dilihat dari angka kunjungan wisatawan yang terus meningkat setiap tahunnya, bertumbuhnya UMKM, tumbuhnya sentra ekonomi baru di seputaran Kota Waingapu serta hadirnya PT MSM yang berkontribusi besar dalam membuka lapangan pekerjaan.

Semua kebijakan ini berdampak secara positif tehadap peningkatan PAD Sumba Timur dari tahun ke tahun.

Pilihan inilah yang ditempuh GBY demi kemandirian fiskal dan moneter (Peningkatan PAD), GBY tidak membebankannya pada masyarakat (menaikkan bea pajak), namun GBY mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor-sektor unggulan yang dimiliki daerah. (rnc)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *