oleh: Robert Kadang
Tentang Gereja Toraja Jemaat Kupang, beta punya cerita tersendiri. Tentu versi beta sebagai seorang jurnalis. Pada medio tahun 2016, beta dibuat penasaran dengan kehadiran Gereja Batak di Kelurahan Liliba, Kota Kupang. Bagaimana tidak, sudah ada Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di bilangan Walikota, lalu dibangun lagi sejenisnya. Mungkin serupa, tapi tak sama. Yang pasti beta penasaran dibuatnya.
Rasa penasaran beta ternyata baik adanya. Sebab, menjadi “trigger” atau cikal bakal dibangunnya Gereja Toraja Jemaat Kupang. Tidak bermaksud mencari popularitas agar tercatat di lembaran sejarah Gereja Toraja Jemaat Kupang, tapi ada “benang merahnya” dari cerita yang beta akan ulas.
Pada moment ulang tahun kedua ananda Azalea Sophia Janeeta di tahun 2016, cerita Getor Kupang bermula. Beta mengantar si bungsu Cakra. Tentu karena dia diundang. Feri Silaban juga mengantar putri cantiknya, Kinaya Alexandrine Nauli Silaban. Waktu yang tepat, pikir beta. Kami lalu berdebat. Topiknya jelas; rasa penasaran atas kehadiran Gereja Batak di Liliba.
“Bang, koq kalian bangun Gereja Batak lagi di Liliba? Bukankah sudah ada HKBP?” tanya beta langsung “menyerang”.
“Lah.., kalian aja yang nda’ berani bangun Gereja Toraja,” balas Feri Silaban.
Mendengar jawaban seperti itu, tersungging juga beta. Bukankah ‘tidak berani’ bersinonim dengan takut? Pana’u kata orang Kupang. Beruntung, di saat bersamaan datang Tiku Rerungan. Pun mengantar putri cantiknya, Britania Rerungan. “Banguni Gereja Toraja Pong Brity, masa’ nakua Abang Kinaya, tae’ ta barani. Beta siap mendukung,” ujar beta memprovokasi.
Sekedar tahu, wacana menghadirkan Gereja Toraja di Kupang, sudah ada sejak lama. Bahkan tahun sembilan puluhan, wacana itu sudah ada. Tapi.., tak ada yang berani memulainya. “Memang butuh seorang provokator seperti Pong Stalin. Wacana bangun Gereja Toraja di Kupang sudah ada sejak dulu. Inisiator dan provokasi yang tidak ada. Makanya waktu Pong Stalin provokasi bangun Gereja Toraja, saya jadi semangat. Dan akhirnya, pada Oktober 2016, dilakukan peletakan batu pertama,” kata Pong Brity, sapaan karib Tiku Rerungan.
Jika cerita ini disimak, ada saling sindir di antara kami bertiga. Feri Silaban dengan gaya Bataknya “menuding” kami kurang berani. Lalu beta memprovokasi Tiku Rerungan, agar mau mendirikan Gereja Toraja. Tapi, setelah Gereja Toraja Jemaat Kupang berdiri, ada yang selalu dibisikkan Pong Brity ke telinga beta, “sule moko” dadi mo..! Pun ada celoteh lain yang dilontar teman-teman saat beta landing di Getor, tentang “kembalinya anak yang hilang”. Maklum, beta sebelumnya tercatat sebagai aktivis Gereja Toraja Jemaat Siporannu, di Pampang, Makassar.
Tapi, bagi beta, rasa penasaran itu telah terbayar. Dan, kami bukan penakut. Satu hal perlu diketahui, kehadiran Gereja Toraja di Kupang adalah untuk meretas asa di negeri “Nanti Tuhan Tolong” semoga..! (bersambung)