Jakarta, RNC – Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar menyebut ada sejumlah kriteria dalam menunjuk kepala daerah sementara atau penjabat. Pertama, penjabat kepala daerah harus bersih dari konflik kepentingan.
“Apakah sosok yang dicalonkan penjabat kepala daerah itu jangan-jangan saudaranya yang maju (dicalonkan),” kata Bahtiar dilansir dari Medcom.id, Kamis (18/3/2021).
Dia menyampaikan Kemendagri bakal menelisik secara dalam calon-calon yang diajukan. Dia tak ingin penunjukan tersebut menjadi masalah di kemudian hari.
“Di atas kertas kan enggak terlihat, tetapi kan harus dilihat keadaan di lapangan, makanya rekam jejak ini harus dilihat, jangan sampai terjadi konflik kepentingan,” kata dia.
Kriteria kedua, prestasi calon penjabat tersebut. Pemerintah tak ingin menyodorkan penjabat kepala daerah yang tidak bisa apa-apa. Apalagi buruk dalam hal kerja sama dengan DPRD.
“Jangan juga yang dikirim pejabat yang abal-abal,” kata dia.
BACA JUGA: Tahun 2022-2023, Ada 13 Daerah di NTT Dipimpin Penjabat Kepala Daerah
Dia menyebut Kemendagri bakal memantau setiap saat kinerja penjabat. Jika ada laporan dan terbukti bermasalah maka pemerintah akan langsung menggantinya.
“Kalau misalnya hari ini ada masalah, DPRD misalnya protes besok juga kita ganti,” kata dia.
Selain itu, ketentuan umum penunjukan penjabat kepala daerah ada di Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Yakni, Pasal 201 Ayat (10) yang mengamanatkan gubernur sementara adalah ASN tingkat pejabat tinggi madya atau eselon I.
Sedangkan bupati atau wali kota diisi pejabat tinggi pratama atau eselon II. Hal itu merupakan ketentuan Pasal 201 Ayat (11) UU Pilkada.
“Jadi di situ diatur, untuk mengisi kekosongan (kepala daerah),” ujar dia.
Posisi 282 kepala daerah bakal kosong. Sebab, penyelenggaraan Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan. Kontestasi selanjutnya bakal dilakukan secara serentak pada 2024.
(*/mdc/rnc)