oleh

Kasus Kembur, Rakyat Kecil Pemberi Tanah ke Pemerintah Dipenjara

Ruteng, RNC – Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang akhirnya menjatuhi hukuman penjara terhadap GJ pemilik lahan Terminal Kembur. Selain itu, BAM yang merupakan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN). Keluarga BAM melihat ada keanehan dan ketidakadilan dalam penerapan hukum pada kasus tersebut.

Selaku PPTK, BAM dinilai bersalah oleh majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang. Putusan itu sesuai dakwaan Kejaksaan Negeri Manggarai. BAM dianggap tidak cermat atau tanpa melakukan penelitian status hukum tentang tanah Terminal Kembur dan menyiapkan dokumen kesepakatan pembebasan lahan.

“Menyatakan Terdakwa Benediktus Aristo Moa, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama, menjatuhkan pidana kepada terdakwa yaitu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan serta denda 100 juta rupiah dengan ketentuan apa bila denda tersebut tida di bayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” demikian salah satu amar putusan dari Hakim Pengadilan Tipikor Kupang yang diperoleh media ini.

paskah 1 e1680824652850
Advertisement

Hal yang sama putusan vonis hakim terhadap GJ, Pemilik lahan terminal kembur. Hakim menilai GJ bersalah atas tindakan pidana sesuai dakwaan jaksa penuntut umum.

Dalam amar putusan berbunyi; Menyatakan terdakwa Gregorius Jeramu terbukti secara sah dan meyakinakan bersalah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan saudara terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda 100 juta rupiah dengan ketentuan apa bila denda tersebut tidak di bayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Terdakwa juga diharuskan membayar ganti rugi sejumlah Rp402.245.455.00, paling lama selama satu bulan setelah putusan ini dan apa bila tidak membayar maka diganti dengan kurungan 1 tahun Penjara.

Putusan hakim dinilai menciderai rasa keadilan dan kemanusiaan, terutama bagi masyarakat kecil dan tak berdaya. Jefri Moa yang merupakan adik kandung dari Aristo Moa (BAM) menilai tuntutan jaksa dan putusan Pengadilan Tipikor Kupang tidak bijak dan tidak adil serta menodai rasa kemanusiaan. Menurutnya, tidak semestinya Aristo Moa dipenjara, sebaliknya dia mesti bebas dan tidak bersalah sesuai fakta-fakta persidangan. Sebaliknya, jika terjadi kesalahan atasan BAM-lah yang seharusnya dipenjara.

“Kami menyesalkan keputusan Hakim yang tidak adil ini. Jika melihat fakta-fakta persidangan mestinya bebas, karna tidak ada satupun niat jahat unsur memperkaya dan menguntungkan orang lain. Kakak kami benar-benar menjalankan tugasnya sesuai kewenangan, serta loyal mengikuti perintah atasan,” kata Jefri Moa, kepada RakyatNTT.com.

Menurutnya, tidak ada secuilpun penyalahgunaan wewenang yang dilakukan BAM dalam kasus ini. BAM hanyalah seorang pegawai yang disiplin, loyal punya dedikasi dan tanggung Jawab melaksanakan tugas sebagai seorang ASN. “Masa kakak saya harus menjadi korban dari sebuah Konspirasi peradilan sesat,” katanya.

Jefri bahkan tidak meyakini dakwaan jaksa terkait jual tanah pribadi tanpa sertifikat ke negara untuk kepentingan publik masuk kategori tindak pidana korupsi. Katdia, tuntutan Jaksa dan Putusan Hakim yang sejalan serta tidak sesuai fakta-fakta persidangan menguatkan dugaan konspirasi dan pemufakatan jahat.

Putusan ini tidak saja menodai rasa keadilan dan kemanusiaan tetapi lebih dari itu, mengacaukan tatanan dan Aspek Hukum adat di Manggarai Raya.

“Masa Bapa Gregorius dan kakak saya (BAM) dihukum hanya karena tanah itu dulu dijual tanpa sertifikat. Dokumen kepemilikan tanahnya kan ada, surat-suratnya lengkap, keterangan saksi batas lahan ada, bahkan surat keterangan dari Tu’a Golo (Pemangku Adat, Hak Ulayat) yang menyatakan kepemilikan tanah Bp Gregorius, semuanya ada. Tanahnya ada, sesuai dokumen, bahkan setelah diukur ulang BPN lebih luas 600m2 dari tanah saat pembelian 7.000m2. Tanah ini juga sudah dibuatkan sertifikat berdasarkan dokumen jual beli dengan bapa Gregorius, dan sekarang sudah terdaftar jadi aset Pemda Matim, lalu kerugian negaranya di mana?” tanya dia.

Jefri Moa menyatakan, putusan hakim ini sangat mencederai rasa keadilan. Apalagi saat itu BAM hanyalah seorang staf biasa dan PNS yang baru selesai prajabatan. Dengan putusan hakim yang menghukum 1,6 tahun penjara dan denda 100 juta BAM terancam dipecat dari PNS. BAM dipecat untuk kesalahan yang tidak ia lakukan.

“Jaksa dan hakim mestinya adil, obyektif dan profesional. Kemudian jika melihat fakta-fakta persidangan dimana pengadaan lahan ini melibatkan banyak orang. Mestinya orang-orang yang paling bertanggungjawab dalam pengadaan lahan ini diadili juga, dan dimintai pertanggungjawaban, kenapa hanya kakak saya yang hanyalah staf biasa di tahun 2012,” katanya.

Menurut Jefri Moa, hakim dan jaksa tidak mempunyai hati nurani atas putusan dan tuntutan yang dialamatkan kepada BAM dan GJ. Keduanya merupakan korban dari pemufakatan jahat antara oknum penegak hukum dan orang besar yang terlibat dalam kasus ini.

Jefri menduga permainannya dimulai dari audit dari Inspetorat NTT yang mengabaikan fakta fakta tentang dikumen surat-surat kepemilikan tanah Gregorius. Inspektorat juga mengabaikan fakta bahwa tanah ini telah disertifikat oleh BPN dan jadi aset Pemda berdasarkan surat atau dokumen kepemilikan tanah dari Gregorius.

“Kita memang sedari awal menduga ada permufakatan jahat yang merekayasa kasus ini untuk menyelamatkan pihak pihak yang mestinya bertanggungjawab,” katanya.

Dirinya berharap masyarakat NTT dan awak media bisa satu dalam perjuangan untuk keadilan terhadap Gregorius dan BAM. Sebab, kasus ini adalah bentuk ketidakadilan yang nyata penegakan hukum di Manggarai dan NTT umumnya.

“Jangan sampai ada bapak Gregorius dan Aristo lain di kemudian hari yang dijadikan tumbal oleh penegakan hukum yang tidak berkeadilan ini,” tegasnya.

Lebih baik membebesakan 1.000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah. “Saya mengetuk hati kita semua untuk menegakan keadilan dan mengoreksi para penegak hukum agar tidak ada yang jadi korban, demi kemanusiaan dan demi hukum itu sendiri,” pungkasnya.

Pengacara BAM Pertanyakan Kinerja Kejaksaan Manggarai

Sementara, Hipatios W. Labut selaku kuasa hukum BAM, kepada media ini membantah bahwa kliennya terbukti sesuai tuntutan unsur pasal 3 yakni penyalahgunaan wewenang.

“Menurut kami, BAM tidak memenuhi unsur pasal 3. Dia tidak menyalahgunakan wewenang karena semua tugas yang dia lakukan sesuai dengan kewenangannya sebagai PPTK,” jelas Hipatios W. Labut.

Wira juga mempertanyakan cara kerja Kejaksaan Manggarai yang hanya mentersangkakan kliennya.

“Bukan hanya Gaspar Nanggar, semua Tim yang terlibat dalam kegiatan pengadaan harusnya dijadikan tersangka. Harusnya ikut diseret juga,” ungkap Wira.

Menurut dia, dalam pengadaan tanah ini, ada Tim pengadaan, Tim penafsir dan negosiasi harga tanah, harusnya ikut diseret. “Jaksa harus adil dan profesional.” pungkasnya.

paskah 2 e1680824760232
Advertisement

Pernyataan pengacara Wira Labut cukup beralasan untuk Jaksa menyeret semua Tim pengadaan tanah Terminal Kembur menjadi tersangka. Hal itu diperkuat oleh keterangan beberapa orang saksi yang hadir dipersidangan.

Tak hanya itu, pernyataan Kajari Manggarai saat konferensi pers usai penetapan tersangka GJ dan BAM, menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus Terminal Kembur. (*/rnc)

Reporter: RNC

Editor: Semy Rudyard Balukh

Dapatkan update informasi setiap hari dari RakyatNTT.com dengan mendownload Apps https://rakyatntt.com

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *