Kupang, RNC – Insan Adhyaksa di Provinsi Nusa Tenggara Timur patut berbangga. Pasalnya, Pelayanan dan penegakan hukum Kejaksaan Republik Indonesia Profesional, Berintegritas dan Humanis di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tersiar hingga di arena Rapat Kerja Nasional Kejaksaan RI Tahun 2025.
Dilansir dari ADHYAKSAdigital.com, Zet Tadung Allo, SH, MH, didaulat menyampaikan visi dan misinya selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dalam pelayanan dan penegakan hukum di wilayah kerjanya, khususnya pemberantasan korupsi, di Rapat Kerja Nasional Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2025, di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa 14 Januari 2025.
Saat didaulat naik ke atas podium Rakernas Kejaksaan RI Tahun 2025, Kajati Zet Tadung Allo menegaskan komitmenya bersama jajarannya dalam memberangus virus korupsi di NTT. Tidak sekedar penegakan hukum, pihaknya juga mengkampanyekan budaya anti Korupsi di NTT. “Kami sebagai insan Adhyaksa di Provinsi NTT berkomitmen menegakkan supremasi hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi. Kami membangun konsolidasi, kolaborasi dan sinergitas dengan seluruh komponen yang ada di Provinsi NTT, pemerintah daerah, pelaku usaha, tokoh masyarakat, tokoh agama, politisi, akademisi, mahasiswa dan pelajar, sehingga penegakan hukum pemberantasan korupsi yang kami lakukan didukung semua elemen masyarakat,” ujar Zet Tadung Allo dalam paparannya.
Zet Tadung Allo mengaku terus menggelorakan “Gerakan Amputasi Virus Korupsi” kepada masyarakat NTT, pemerintah daerah dan pelaku usaha yang ada di Provinsi NTT. Hal ini sebagai komitmen Kejaksaan memutus mata rantai virus korupsi. “Mendukung transformasi penegakan hukum pemberantasan korupsi menuju Indonesia Emas Tahun 2045, yang termaktub pada ASTA CITA Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto – Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka,” tegas Zet Tadung Allo.
Dia memaparkan 10 (sepuluh) masalah penindakan tindak pidana korupsi yakni, pengembalian kerugian keuangan negara, biaya yang dibutuhkan dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi, kepastian hukum dalam penyelidikan maupun penyidikan.
Selanjutnya, penguatan dominus liti jaksa dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi, optimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara dan penyitaan aset, peningkatan kapasitas dan komptensi penyidik maupun jaksa penuntut umum, penguasaan materil maupun formil tindak pidana korupsi.
Kemudian, regulasi internal membatasi pengendalian perkara, sertifikasi keahlian dan kompetensi penyidik dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi, terakhir lambatnya perhitungan kerugian keuangan negara tindak pidana korupsi. “Kita akui pengembalian kerugian keuangan negara belum maksimal, kemudian dalam prosesnya di tingkat persidangan di pengadilan, kita dinilai tidak tepat pasal, Tidak Tepat Sita, Skill Pembuatan Dakwaan, Tuntutan dan Memori Banding dan Kasasi,” terang Zet Tadung Allo.
Dia juga mengungkapkan, di Kejati NTT, pihaknya masih minim dengan jaksa yang bersertifikasi khusus dalam penanganan tindak pidana korupsi. ”Kita hanya memiliki empat jaksa yang sudah Pendidikan Khusus TPK dari 48 Jaksa Bidang Pidana Khusus,” ujarnya. (*/rnc)