Sidang Praperadilan, Anggota DPRD Ende dan Kejari Sama-sama Hadirkan Saksi Ahli

Ende, RNC – Sidang Praperadilan dengan Pemohon atas nama anggota DPRD Ende Yohanes Kaki dalam kasus dugaan korupsi pekerjaan bronjong tahun 2015 di Kecamatan Kota Baru, dilanjutkan Kamis (13/3/2025) di Pengadilan Negeri Ende. Agenda siding mendengarkan keterangan saksi-saksi dan ahli yang dihadirkan Pemohon dan Termohon (Kejaksaan Negeri Ende).

Saksi ahli yang dihadirkan Pemohon adalah dosen Unwira Kupang, Mikael Feka, SH., MH. Sedangkan Termohon menghadirkan tiga saksi fakta dan satu saksi ahli atas nama Dr. Simplexius Asa, S.H., M.H. Saksi fakta yang dihadirkan yakni Albert Yani dan Ari Temu serta seorang staff administrasi Kejaksaan Negeri Ende.

Dalam persidangan, saksi ahli Mikhael Feka dicecar dengan sejumlah pertanyaan tim kuasa hukum Pemohon melalui Amos Lafu, SH., MH. Ia bertanya apakah dimungkinkan jika Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan Surat Penetapan Tersangka serta surat dimulainya penyidikan (SPDP) dikeluarkan dalam satu waktu yang sama.

Mikhael menjelaskan hal itu tidak dimungkinkan, karena ada langkah-langkah yang harus diambil dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. Minimal mengantongi dua alat bukti, sehingga penyidikan dan penetapan tersangka menjadi wajar. Karena jika tidak memenuhi kedua unsur tersebut, akan berdampak pada sah atau tidak sahnya penetapan tersangka itu.

Istilahnya hukum dalam perkara alat bukti harus seterang cahaya atau In Criminalibus, Probationes Bedent Esse Luce Clariores. Asas ini berarti bahwa bukti dalam suatu perkara pidana harus jelas dan lebih terang daripada cahaya.

Menurutnya, hal ini harus dilakukan karena untuk melindungi hak asasi manusia karena masyarakat dihadapkan dengan negara yang mempunyai kekuatan yang begitu besar. “Jika Sprindik dengan surat penetapan tersangka dikeluarkan dalam waktu yang sama. Pertanyaannya kapan alat bukti ditemukan dan kapan alat bukti ini dinilai, kapan pemeriksaan calon tersangka, kapan pemeriksaan tersangka?” kata Mikhael.

Selain itu, terkai istilah Sprindik Umum dan Sprindik Khusus, menurutnya, tidak diatur dalam KUHP. Mungkin itu adalah SOP yang diterapkan di Kejaksaan Negeri Ende. Intinya adalah penyidik bisa menerbitkan Sprindik jika terjadi pergantian personel yang baru, namun Sprindik yang diterbitkan itu pun harus bermuara dan tidak terlepas dari Sprindik Induk atau Sprindik awal sehingga tidak terkesan suatu peristiwa itu disidik secara berulang-ulang an menjadi tidak ada kepastian hukum.

Disinggung terkait perkara ini sebelumnya telah ditangani oleh penyidik Polres Ende, namun dalam perjalanannya diambil alih oleh Kejari Ende, Mikhael menjelaskan tidak ada larangan, tapi juga tidak ada perintah. Namun ini sangat tidak diperkenankan karena sangat bertentangan dengan Pasal 76 KUHP yang mengatur tentang asas ne bis in idem, yang berarti seseorang tidak boleh dituntut dua kali atas perbuatan yang sama yang telah diputus oleh pengadilan dan memiliki kekuatan hukum tetap. Keduanya harus melakukan koordinasi sehingga penyidik hanya melakukan penyelidikan dan jaksa melakukan penuntutan.

“Ini menjadi refleksi penegak hukum kita. Bukan soal menang atau kalah, tetapi ini soal keadilan dan kebenaran yang harus kita junjung tinggi,” kata Mikhael.

Selain itu, terkait Termohon yang menyoroti penerapan Pasal 4 dalam UU Tipikor, menurut Mikhael, Pasal 4 dalam UU Tipikor ada  frasa ‘pelaku’ dimana frasa pelaku tidak ada penjelasan detail tentang pelaku, sehingga Pasal 4 dapat diterapkan ketika seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan selanjutnya (terdakwa). Maka di luar itu, seseorang yang baru menjadi saksi dalam suatu kasus korupsi belum bisa dikatakan sebagai pelaku, maka seorang yang masih berstatus saksi tidak dapat diberikan pertanggungjawaban hukum.

Sementara itu, saksi ahli yang dihadirkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Ende, Dr. Sipmlexius Asa, SH.,MH yang merupakan dosen sekaligus Dekan Fakultas Hukum Undana ditanyai terkait dua institusi yang bersamaan menangani kasus yang sama. Ia menjelaskan jaksa memiliki fungsi untuk melakukan penyidikan. Jadi jika dalam kasus yang sama kemudian dilidik oleh pihak kepolisian dan hal yang sama juga dilakukan oleh pihak jaksa, tidak ada masalah. Karena dengan tujuan kerja sama untuk menemukan alat bukti.

Lebih lanjut terkait Sprindik dan Surat Penetapan Tersangka yang dikeluarkan dalam hari yang sama, menurutnya itu tidak masalah, karena yang terpenting adalah dua alat bukti sudah terpenuhi. “Tidak ada masalah, jika sprindik dan surat penetapan tersangka dikeluarkan dalam hari yang sama karena yang terpenting adalah alat bukti,” tegasnya.

Kemudian terkait kerugian negara yang sudah dikembalikan oleh pihak yang diduga melakukan korupsi, menurutnya hal ini tidak menghapus tindak pidana seseorang. “Itu ada dalam Pasal 4 UU korupsi bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana seseorang,” ungkapnya. (rnc16)

Ikuti berita terkini dan terlengkap di WhatsApp Group RakyatNTT.com

Iklan kopi juwara scaled
Ads

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *