7 Debitur Jadi Tersangka Kredit Macet Rp 126 M, Amos Corputty Beber Kasus Lain di Bank NTT

Headline, Hukrimdibaca 5,183 kali

Kupang, RNC – Kerja sama Bank NTT dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kupang untuk menangani persoalan kredit macet mulai menampakan hasil positif. Kamis (18/6/2020) malam tadi, Kejati NTT menetapkan tujuh debitur sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kredit macet Bank NTT Cabang Surabaya senilai Rp 126 miliar.

Salah satu debitur bernama Yohanes Ronal Sulaiman yang memenuhi panggilan bahkan langsung ditahan usai diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan enam debitur lainnya yakni Stefanus Sulaiman, Lu Mei Lin, Wiliam, Siswanto, Muhamad Ruslan dan Ilham Rudianto belum ditahan karena mangkir dari panggilan. Kendati demikian, status mereka sudah sebagai tersangka dalam kasus ini.

BACA JUGA: Kredit Macet Bank NTT 4 Persen, VBL: Itu Tanda Berbahaya

“Sudah dipanggil semuanya, tapi yang hadir hanya satu. Dia langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Enam lainnya, malam ini juga statusnya jadi tersangka,” ujar Kepala Kejati NTT, Yulianto kepada wartawan.

Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Dr. Yulianto, SH. MH mengatakan, penyaluran kredit pada Bank NTT cabang Surabaya itu dengan total kredit Rp 149 miliar oleh tujuh debitur, dengan total kredit macet sebesar Rp 126 miliar.

Soal modus operandi, Yulianto mengaku belum bisa membeberkan kepada media mengingat enam tersangka lainnya belum hadir. Yang pasti, saat ini pihaknya tengah mengajukan izin untuk menyita sejumlah aset yang dikelola para tersangka. “Soal keterlibatan oknum petinggi Bank NTT, kita akan kita kaji,” ungkapnya.

Pemegang saham seri B Bank NTT, Amos Corputty yang dimintai tanggapannya terkait kasus ini, sangat berharap agar siapapun yang terlibat ditindak tegas karena telah merugikan Bank NTT. Termasuk pejabat di internal Bank NTT. “Orang dalam siapapun dia, termasuk para pejabatnya harus dibersihkan dan diproses hukum,” tegas Amos menjawab pertanyaan RakyatNTT.com.

Menurut Amos, kasus di Bank NTT Cabang Surabaya bukan hanya kasus ini saja. Tetapi ada penyaluran kredit fiktif lainnya yang sudah terjadi sebelum kasus ini. Penyewaan gedung kantor di Garden Palace yang bermasalah juga didiamkan sampai saat ini. Padahal, kata Amos, persoalan ini jelas-jelas telah merugikan Bank NTT.

“Belum lagi temuan BPK yang dibahas bersama OJK dan DPD tentang pembelian gedung kantor KCU, kredit kepada PT Arena Maju Bersama yang merupakan tindak pidana perbankan. Jadi harusnya mantan dirut ditangkap untuk diproses,” tandasnya.

Amos juga berharap, Plt. Dirut Alexander Riwu Kaho berani mengambil tindakan tegas untuk menindak para pelaku kejahatan perbankan dan memproses hukum agar bisa menjadi pelajaran ke depan. Selain itu, semua pegawai maupun pejabat bisa bekerja secara profesional. “Termasuk para komisaris harus bekerja dengan memahami batasan tugas dan tanggungjawabnya. Tidak boleh mencampuri kegiatan operasional,” kata mantan Dirut Bank NTT ini.

BACA JUGA: Salut! Para Karyawan Bank NTT Rp 540 Juta untuk Penanganan Covid-19

Untuk semua pemegang saham, dalam hal ini gubernur, bupati dan walikota, Amos berharap semuanya bisa memberikan dukungan penuh kepada Plt Dirut atau Plt. Direktur Kredit untuk mengambil langkah tegas dalam menyelesaikan semua masalah kredit macet yang terjadi di Bank NTT dan diproses secara hukum. (rnc09)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *