Dua Suku Gugat Nihi Watu Resort

Sumba Baratdibaca 5,829 kali

Waikabubak, RNC – Keberadaan obyek wisata bertaraf internasional yang terletak di Kabupaten Sumba Barat, Nihi Watu Resort, digugat. Tidak tanggung – tanggung, dua suku yang mengaku pemilik tanah adat, yakni Suku Ubbu Teda dan Suku Wedaingu, melayangkan gugatan.

Kedua suku itu mengaku dirugikan atas tindakan pihak Nihi Watu Resort, yang telah “mensertifikatkan” tanah mereka. Apalagi, kedua suku itu mengaku tidak pernah menjual tanah mereka. Menariknya lagi, mediasi antar kedua suku dengan pihak Nihi Watu Resort, telah berulang kali dilakukan, namun hasil tetap nihil.

Sejumlah tokoh adat dari Suku Weideingu, seperti Yohanis Ngonguredi, Beku Hamma Tila, Beku Hamma Kou, Pati Wedi Boba, dan Pati Wedi Hore kepada RakyatNTT.com, Jumat (11/2/2022), mengaku merasa dirugikan dengan telah disertifikatkannya, tanah ulayat milik mereka. “Kami siap menghadap untuk mengklarifikasi, kalau dipanggil pihak manapun,” tantang mereka.

Hal yang tidak kalah sengitnya juga juga dilontarkan Kedu Duka, Mati Nunu, dari Suku Ubbu Teda. Mereka menyesalkan tidak adanya itikat baik dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. “Su ulang – ulang dimediasi, tapi pemerintah sepertinya kurang serius. Ini tanah adat suku kami. Kami tidak pernah menjual kepada siapa pun,” tandas Kedu Duka yang diamini Mati Nunu.

Karena kesal masalah ini berlarut – larut tanpa kejelasan, kedua suku itu pun lalu menutup jalan dengan pagar bambu, akses ke obyek wisata Nihi Watu Resort. Sekedar tahu, luas lahan yang digugat tersebut sekira empat hektar. Kabarnya, lahan tersebut telah disertifikat PT. IAS/Nihi Watu, tanpa sepengetahuan kedua suku itu.

“Sudah pernah mediasi di tingkat desa dan kecamatan, namun sampai sekarang hasil mediasi tidak jelas. Jadi terpaksa tutup jalan dengan pagar bambu,” ujar Kedu Duka seraya menambahkan, pihaknya bisa membuktikan sebagai pemilik lahan tersebut dengan kwitansi pembayaran pajak dari tahun ke tahun.

Sementara Daud Tana, warga dari Suku Wedeingu menimpali, saat pengukuran tanah oleh pihak BPN, sukunya tidak diberitahu. “BPN sepihak melakukan pengukuran karena tanpa sepengetahuan pemilik tanah, dengan alasan dikontrak. Tapi faktanya, tanah suku kami telah buatkan sertifikat,” kata Daud Tana.

Kepala Desa Hobawawi, Matius Moma Bili, yang dikonfirmasi terkait kasus ini, menyatakan miris mendengar keluh kesah warga kedua suku. Pasalnya, kata Matius, sampai sekarang
oknum penjual tanah suku belum diketahui. Ia mengharapkan, pihak kepolisian dapat menelusuri siapa oknum penjual tanah tersebut. “Saya bersama masyarakat akan terus mendampingi, dan akan kami tempuh jalur hukum,” tegasnya.

Lantas siapa yang telah menjual tanah tersebut tanpa sepengetahuan kedua suku? “Masalah itu juga telah dimusyawarahkan, tapi tanpa hasil. Ini tanah suku, pemali kalau dijual,” tandas Kedu Duka.

Kasi Intel Polres Sumba Barat, IPTU Gaspar Kopong Leda, SH, yang ditemui terpisah, kepada media ini menjelaskan, pihaknya memberikan saran dengan meminta kedua pihak yang “bersengketa” untuk duduk bersama membicarakan hal ini. “Seharusnya aparat di tingkat kecamatan mencari benang merahnya. Jika tidak ada titik temu masing – masing, baru bawa ke ranah hukum,” imbuh Gaspar Kopong.

Namun Ia berjanji akan menyampaikan masalah itu ke Kapolres untuk dibahas di Forkompinda. “Pada prinsipnya, sebagai penegak hukum kami tidak memihak. Kami mau persoalan ini diselesaikan baik – baik. Kita akan cari jalan keluarnya,” ujar Gaspar Kopong. Sayangnya, media ini belum sempat mengkonfirmasi pihak Nihi Watu, namun informasi dari Kasi Intel Polres Sumba Barat menyebutkan, pihak Nihi Watu akan melakukan langkah hukum. (rnc24)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *