Atambua, RNC – Festival Fulan Fehan menjadi salah satu ajang wisata budaya. Festival ini kini menjadi daya tarik pengunjung dari berbagai daerah.
Festival ini berlangsung Minggu (27/10/2019) lalu. Salah satu pengunjung, Yuston Karwayu mengatakan kali ini dirinya ingin menikmati langsung festival tersebut. Oleh karena itu, Yuston yang asal Flores ini datang dengan bus untuk menyaksikan jalannya festival.
“Saya terdiam dan merinding dengan medan yang cukup berat. Jalan hotmix memang sedang dikerjakan, namun untuk mencapai padang luas di bukit tersebut sangat membakar adrenalin kita. Tikungan tajam dan tanjakan berat kami lalui. Di Flores banyak medan berat namun di sini juga wow,” kata Yuston.
Festival ini berlangsung di puncak Gunung Lakaan, di Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu, tepatnya di perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Gunung Lakaan merupakan gunung tertinggi kedua di Pulau Timor.
Begitu sampai di puncak, yang ternyata berupa hamparan sabana, rupanya ribuan penduduk sudah menyemut menunggu gelaran puncak festival. Untuk menutup panas matahari yang lumayan terik, mereka berpayung daun lontar yang dianyam sediri.
Festival Fulan Fehan sendiri sudah tiga tahun ini digelar. Tahun lalu juga diadakan di bulan yang sama. “Melalui Festival Fulan Fehan ini kami mengangkat tema Musikal Rai Belu yang hingga saat ini cenderung dilupakan oleh masyarakat, sehingga kami ingin mengangkatnya kembali dan mengajak seluruh masyarakat Rai Belu untuk melestarikan budaya dan kearifan lokal, sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Belu dan memperkenalkan budaya Belu ke dunia internasional,” ujar Bupati Willy Lay.
Ribuan penari Likurai menggetarkan padang sabana Fulan Fehan. Selain itu, ada penampilan penari asal Timor Leste yang membawakan tarian Kliburkultura loro oan, aprezenta danca historical baluk rai Timor Leste, dan husi tempu portugues ba to’o ukun aan.
“Ada nilai yang saya temukan dalam pegelaran yang dipertontonkan pada festival ini. Ya, tidak ada sekat yang memisahkan Timor Belu dan Timor Leste dari aspek budaya. Bahwa secara administrasi mereka dipisahkan oleh batas negara, tetapi dalam budaya mereka tidak bisa dipisahkan. Mereka satu, mereka bersaudara,” kata Yuston.
Menurutnya, di pundak generasi muda ini, warisan ini sangat kuat ditanamkan. Anak-anak muda mengakui dan berkomitmen melestarikan nilai luhur ini. “Hebat pak Willy Lay. Saya harus bilang kepada masyarakat Belu dan masyarakat NTT. Kita sedang mendambakan pemimpin besar seperti beliau, merajut persaudaraan melalui budaya,” katanya. (rnc)