Ende, RNC – Maraknya kasus Human Trafficking yang dialami masyarakat di Kabupaten Ende, menjadi perhatian serius para tokoh agama di daerah itu. Sebagai bentuk perhatian mereka, ada aksi penyalaan ribuan lilin di pelataran Gereja Mautapaga Ende, pada Sabtu, 8 Februari 2025. Mereka mendaraskan doa-doa sebagai bentuk belasungkawa atas banyaknya korban kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Pantauan RakyatNTT.com, suasana haru menyelimuti batin ratusan umat dari pelbagai elemen yang diikoordinir Orang Muda Katolik (OMK), Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JP2A), Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), Truk F, PMKRI, HMI, para santri dan santriwati Pesantren Wali Songo, serta biarawan biarawati Katolik.
Cahaya dari ribuan lilin itu dipasang membentuk lingkaran, berada persis di tengah kerumunan massa. Penyalaan lilin ini merupakan rangkaian kegiatan The International Day of Prayer Against Human Trafficking yang digagas Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak JP2A serta Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC) Provinsi Flores.
Br. Dominikus Rangga Hayon, SVD, dalam kesempatan itu menyampaikan, memberantas isu perdagangan orang butuh ketulusan hati seperti filosofi lilin, yaitu pengorbanan dan harapan. “Sudah cukup selama ini para pekerja migran Indonesia yang kembali ke tanah air, menjadi jenazah. Pengorbanan mereka demi mengubah nasib hidup dan menyokong ekonomi keluarga, walau harus melalui rintangan yang menyakitkan, yaitu menjadi korban perdagangan orang. Ini juga sebagai bentuk ajakan kepada pemerintah, penegak hukum, para kepala desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta kaum muda, agar bahu membahu memberikan penjelasan kepada masyarakat, sehingga tidak terlibat dalam mafia perdagangan orang,” ujar Br. Dominikus.
Ia menambahkan, nyala seribu lilin sesungguhnya ingin mengajak semua orang untuk betah tinggal di kampung halaman. Mencari peluang kerja di kampung sendiri, daripada sengsara ketika merantau. “Banyaknya kasus kekerasan, pelecehan bahkan hingga meregang nyawa, bukti kasus perdagangan orang sudah sangat mencemaskan,” kata Br. Pio, panggilan akrab biarawan itu.
Dia berharap, ke depannya, JP2A serta Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC) Provinsi Floresn merangkul sumber daya yang ada, dan memfasilitasi untuk memberikan pembekalan dan pelatihan, serta pemahaman bagi calon pekerja migran Indonesia, agar menempuh cara yang prosedural supaya bisa bekerja di luar negeri secara resmi.
Nurhayati, salah seorang santri yang turut hadir, menyatakan dukungannya sebagai kaum muda, agar ke depan para migran Indonesia, khususnya yang berasal dari Flores, dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. “Jangan mudah terjebak dalam modus operandi oknum-oknum mafia perdagangan orang. Kadang ekonomi jadi alasan untuk orang menjadi nekat pergi tanpa memikirkan resiko. Saya sendiri akan membantu menjelaskan kepada keluarga dan teman-teman, agar tidak mudah tergiur dengan tawaran tanpa menghiraukan keselamatan diri,” imbuhnya. (rnc/16)