oleh

Polemik Pelantikan Kadisdukcapil TTS, Wabup Minta Bupati Epi Banyak Belajar

Kupang, RNC – Wakil Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Jhony Army Konay ungkapkan sebab di balik polemik belum dilantiknya Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri.

Diwawancarai RakyatNTT.com, Rabu (30/6/2021) malam, Wakil Bupati Army Konay menyampaikan salah satu penyebab Bupati tidak melaksanakan perintah Mendagri untuk melantik Apris Manafe sebagai Kadisdukcapil TTS karena koordinasi yang tidak berjalan baik dalam birokrasi Pemkab TTS. Ini akibat Covid-19 yang melonjak akhir-akhir ini.

“Koordinasi tersendat. Memang untuk pengambilan putusan itu, semuanya ada di tangan Pak Bupati sebagai orang yang punya kewenangan,” kata Army.

Ia menuturkan, sepengetahuan dirinya sudah ada surat dari Bupati ke Mendagri untuk meninjau kembali. Bupati Egusem Pieter Tahun telah melangkahi batas waktu lebih dari 30 hari pasca SK Mendagri diterima Pemkab TTS. “Sesuai dengan perintah Mendagri harus dilantik. Kalau tidak dilantik lebih dari 30 hari maka Pemerintah Provinsi yakni Gubernur yang melantik,” katanya.

Ia juga menilai Apris Manafe sangat layak menjadi Kadis Dukcapil, sebab Apris pernah menjabat sebagai sekretaris di dinas tersebut sehingga sangat paham pengurusan dokumen kependudukan.

Army mengatakan Mendagri mempunyai wewenang untuk menetapkan siapa kepala dinas atau pejabat administrasi kependudukan di suatu daerah, namun untuk pelantikan diserahkan kepada kepala daerah.

Terkait belum dilantiknya Apris sesuai waktu yang diberikan, menurut Army, Bupati Epy Tahun telah melangkahi peraturan pemerintah. Ia mengibaratkan seperti SK Bupati yang dimentahkan oleh seorang kepala desa.

“Dan ini sama saja dengan SK Bupati dimentahkan oleh kepala desa, dan kepala desa tidak loyal dengan pimpinan yang di atas. Saya pikir ini perlu belajar banyak,” kata Army.

Baca Juga:  Sambut Pilkada, 8 Parpol di TTS Deklarasi Koalisi Perubahan

Ia juga mengatakan dengan tidak dilantiknya Apris Manafe, maka ini dianggap sebuah kekeliruan dari seorang bupati. “Bupati perlu belajar banyak soal etika pemerintahan. Ini kan rujukan yang turun dari atas, maka ini disebut dengan mutatis mutandis. Harus dilaksanakan,” pungkasnya. (rnc04)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *