Oleh: Josephin N. Fanggi, S.St
ASN di BPS Provinsi NTT
SEKTOR pertanian merupakan sektor/lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT. PDRB adalah output (nilai tambah) produk-produk yang dihasilkan oleh residen (penduduk yang berniat atau telah menetap di suatu wilayah minimal 1 tahun). PDRB dapat digunakan untuk melihat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah.
PDRB ADHB Provinsi NTT selama 5 tahun terakhir adalah 19.939,43 miliar rupiah (2015), 83.742,79 miliar rupiah (2016), 90.758,93 miliar rupiah (2017), 99.094,46 miliar rupiah (2018), dan 106.892,84 miliar rupiah (2019). Kontribusi sektor pertanian di PDRB Provinsi NTT selama 5 tahun terakhir adalah 29,89% (2015), 29,03% (2016), 28,81% (2017), 28,37% (2018), dan 28,00% (2019). Kontribusi sektor pertanian sebesar 28,00% pada tahun 2019 berarti dari total output produk ADHB (PDRB ADHB) sebesar 106.892,84 miliar rupiah, 28,00% atau 29.930 miliar rupiah merupakan output produk sektor pertanian.
Provinsi NTT adalah wilayah yang memiliki curah hujan yang rendah dimana pada tahun 2019 tidak terjadi hujan di 13 kabupaten di Provinsi NTT. Lahan kering (lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas, biasanya hanya mengharapkan air hujan) yang terdapat di Provinsi NTT adalah 1.528.308 Ha atau 5,38 kali lebih besar daripada lahan basah (284.103 Ha).
BACA JUGA: Jabat Dirut Bank NTT, Ini yang Dilakukan Alex Riwu Kaho
Dari 2.394.673 orang penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja di Provinsi NTT pada tahun 2019, 48,70% (proporsi terbesar) bekerja di lapangan usaha primer (pertanian, kehutanan, dan perikanan). Hal ini berarti apabila lahan kering tidak diusahakan maka output sektor pertanian rendah dan tingkat pengangguran di provinsi ini semakin tinggi yang berakibat menurunnya tingkat kesejahteraan penduduk. Dimana setelah musim panen, lahan ditinggalkan dan tidak diusahakan serta tenaga kerja sektor pertanian akan mencari pekerjaan di sektor lain yang belum tentu tersedia.
Ada beberapa produk yang diimpor dari luar Provinsi NTT, seperti beras, sayuran, gula pasir dimana memiliki potensi untuk dihasilkan di Provinsi NTT. Marilah kita melihat Negara Israel yang merupakan negara dengan curah hujan yang terjadi didalamnya sangat rendah dan berada di gurun pasir (wilayah dengan sumber air yang sangat sedikit).
Namun, pertanian di negara ini sangat maju. Ada beberapa produk unggulan dari sektor pertanian yang dihasilkan di negara ini dan diekspor ke negara lain. Israel adalah salah satu negara penghasil loquat, citrus, eksportir bunga terbesar di dunia. Selain itu, negara ini adalah salah satu negara yang memproduksi wine, penghasil susu, dan ikan air tawar. Seluruh produknya ini dihasilkan tanpa mengenal musim dan tanpa pestisida.
Pertanian yang dilakukan di Israel menggunakan sistem irigasi tetes. Sistem ini memerlukan biaya yang cukup besar di awal pembuatannya tetapi memiliki daya tahan pemakaian alat yang cukup lama. Namun, sistem ini memerlukan tenaga dan waktu yang lebih sedikit. Pengoperasiannya bisa menggunakan komputer atau Short Message Service (SMS). Selain itu, salah satu kecanggihan yang dilakukan di pertanian Israel adalah menggunakan air tawar hasil desalinasi air laut.
BACA JUGA: Indonesia Resesi, Pengangguran Diprediksi Tembus 13 Juta Orang
Sistem pertanian ini telah dipraktekkan di Etiopia yang dahulu merupakan negara dengan tingkat busung lapar yang tinggi dan membawa Etiopia keluar dari keadaan tersebut. Bukan hanya dipraktekkan di Etiopia, sistem ini juga telah dipraktekkan di Provinsi NTT oleh seorang pemuda dari Kabupaten Sikka setelah pulang belajar dari Israel. Penanaman menggunakan sistem ini di Provinsi NTT sudah membuahkan hasil/panen.
Melihat kesamaan ketersediaan air antara Israel dan Provinsi NTT dan telah berhasilnya sistem tersebut dipraktekkan di provinsi ini serta telah dibangunnya beberapa bendungan di provinsi ini maka sistem ini berpeluang besar untuk dipraktekan di wilayah/kabupaten lain di Provinsi NTT. (*)