oleh

Terkait Konflik Mutasi Sekwan, IMMALA Kupang: Ada Apa dengan DPRD Malaka?

Kupang, RNC – Konflik antara pimpinan DPRD di Kabupaten Malaka terkait pergantian Sekretaris DPRD beberapa hari ini menjadi perbincangan hangat masyarakat Malaka.

Ikatan Mahasiswa Malaka (IMMALA) meminta konflik pimpinan DPRD tidak perlu diperpanjang, sebab sudah jelas dalam aturan terkait pergantian Sekwan.

Ketua Ikatan Mahasiswa Malaka (IMMALA) Kupang, Yoseph Tuna, Senin (17/01/22) di Kupang, menilai proses mutasi yang dilakukan oleh Bupati Malaka adalah benar menurut hukum. Hal ini atas pertimbangan bahwa Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 23 Tahun 2014 tidak memuat norma yang mengatur dan memberikan arahan tentang mekanisme pengajuan calon sekretaris DPRD, termasuk tidak memberikan arahan proses pemberian persetujuan dan jangka waktu maksimal proses pemberian persetujuan.

“Bahkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang seharusnya menjabarkan lebih teknis Undang-Undang Pemerintahan Daerah ternyata juga tidak mengatur mengenai mekanisme, proses maupun jangka waktu dimaksud. Sehingga hal ini tentu menimbulkan kesulitan dalam implementasinya,” kata Yosep Tuna yang akrab disapa Edwin Tuna itu.

Menurutnya, Bupati Malaka memilih menggunakan kewenangan diskresinya yaitu melakukan mutasi Sekretaris Dewan menggunakan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan peraturan No. 11 Tahun 2017 tentang Manejemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena antara kedua norma yang dipersoalkan ini ada konflik norma yang mana menurut PP 18 Tahun 2016 menggunakan frasa “persetujuan Pimpinan DPRD” sedangkan dalam PP 11 Tahun 2017 cukup dengan konsultasi”, pada prinsipnya Kewenangan Diskresi yang digunakan oleh Bupati Malaka adalah tidak melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB).

Dengan demikian, IMMALA Kupang meminta, sebagai warga Negara yang baik, semua masyarakat Malaka harus menghormati keputusan Bupati Malaka karena dalam hukum administrasi menganut asas Presumptio Iustae Causa yang menyatakan bahwa setiap keputusan tata usaha negara (KTUN) yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.

Baca Juga:  Mutasi di Pemprov NTT: 19 Pejabat Eselon II Digeser

Secara tegas dinyatakan bahwa pihak yang berwenang untuk menyatakan penundaan pelaksanaan atau sah tidaknya suatu Keputusan Tata Usaha Negara adalah hakim administrasi.

Jadi, menurut Edwin, persoalan tersebut tidak perlu diperpanjang. Yang merasa dirugikan dengan Keputusan Bupati Malaka silakan menempuh jalur hukum.

Sedangkan pimpinan DPRD Malaka diminta menjaga amanah rakyat Malaka untuk bersama-sama fokus meminta Pemerintah Daerah menyalurkan bantuan stimulan bencana seroja agar segera tersalur kepada masyarakat yang terdampak seroja April 2021 lalu.

(*/rnc)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *