Kefamenanu, RNC – Nutrition International (NI) dan Save the Children bekerja sama dengan Yayasan Masyarakat Tangguh Sejahtera (Marungga Foundation), melalui Program Better Investment for Stunting Alleviation (BISA), Rabu (14/7/2021) menyelenggarakan pertemuan Perencanaan Mikro Produk Gizi di Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
Pertemuan ini membahas tentang pengelolaan rantai pasok komoditas gizi. BISA merupakan proyek terpadu gizi spesifik dan gizi sensitif. Proyek ini didanai oleh Pemerintah Kanada, Pemerintah Australia melalui DFAT, Asia Philanthropy Circle, dan the Power of Nutrition untuk mendukung program nasional pemerintah untuk penurunan stunting.
Pertemuan yang berlangsung di Hotel Hotel Victory 2, Kefamenanu ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan rantai pasok komoditas gizi, seperti suplemen Tablet Tambah Darah (TTD) yang berisi zat besi dan asam folat untuk ibu hamil dan remaja putri, kapsul Vitamin A, Oralit dan zink, serta tablet kalsium, bagi pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten TTU dan petugas puskemas dampingan NI di TTU, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Peserta yang terlibat dalam kegiatan ini berjumlah 20 orang, terdiri dari dua pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten TTU, dua orang Pengelola UPTD dan 16 orang petugas puskesmas.
Deputy of Chief Party Proyek BISA, Donatus Klaudius Marut dalam sambutannya mengatakan fokus dari proyek BISA adalah penguatan sisi pelayanan kesehatan dan gizi, serta pemberdayaan masyarakat dengan mempromosikan perubahan perilaku berkaitan dengan asupan gizi.
Pertemuan Perencanaan Mikro Produk Gizi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi peserta tentang konsep perhitungan kebutuhan komoditas gizi dengan metodologi data target, data pelayanan dan data konsumsi sesuai perhitungan kebutuhan atau perencanaan suplemen TTD, vitamin A, Oralit dan zinkbagi pegawai Dinas Kesehatan dan puskesmas di TTU.
Lebih lanjut Marut menjelaskan, hasil baseline survey Proyek BISA pada Februari-Maret 2020 di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara menunjukkan bahwa hampir semua ibu (lebih dari 98%) pernah menerima pemeriksaan kehamilan minimal satu kali pada kehamilan terakhirnya (ANC1). Baseline survey BISA juga menunjukkan tingginya persentase ibu yang menerima TTD pada kehamilan terakhirnya di kedua kabupaten (87,4% sampai 96,1%), yang hampir sama dengan data dari RISKESDAS 2018, yang menunjukkan cakupan distribusi TTD sebesar 91,4% di Nusa Tenggara Timur.
Namun persentase ibu yang mengonsumsi TTD lebih rendah (86,5% di TTU). Ibu yang menerima TTD, cakupannya tinggi, sekitar 90% lebih. Baseline survey BISA juga menunjukkan rendahnya persentase anak yang mendapat Vitamin A dalam enam bulan terakhir dengan 63,1% di TTU, meski ada kampanye luas dilakukan oleh pemerintah pusat dan provinsi. Jumlah anak diare yang menerima pengobatan larutan Oralit dan zink di semua kabupaten, termasuk TTU, masih rendah, antara 9,3%-17,2%.
Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dalam kaitan dengan program pencegahan stunting dari pemerintah.
Dalam asesmen tentang rantai pasok produk gizi yang dilakukan oleh Proyek BISA pada Juli–Agustus 2020, ditemukan adanya beberapa isu utama yang perlu dibenahi. Salah satu isu yang penting adalah adanya kesenjangan utama antara ketersediaan produk gizi dan pemberian layanan produk gizi di tingkat desa.Karena itu, rantai pasok produk gizi yang mencakup tablet TTD untuk ibu hamil dan remaja putri, Vitamin A, larutan Oralit dan zink, dan tablet calcium, perlu ditingkatkan.
Mengakhiri sambutannya, Marut menyampaikan bahwa melalui Proyek BISA, NI mendukung rencana perbaikan mekanisme pasokan dan pengelolaan komoditas gizi, sepertisuplemen TTD, kapsul Vitamin A, larutan Oralit dan zink, di dua kabupaten di Provinsi NTT, sehingga pelayanan produk gizi bisa sampai kepada masyarakat penerima manfaat.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara, Thomas J. M Laka dalam sambutannya mengatakan Pemerintah Kabupaten TTU sangat mengapresiasi NI yang telah menginisiasi kegiatan pertemuan ini, karena dapat meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terkait rantai pasokan produk gizi.
Lebih lanjut Laka menjelaskan, isu kesehatan di Kabupaten TTU sangatlah kompleks. “Saat ini kita dihadapkan dengan COVID-19, vaksin, TTD, diare, dan stunting, meski demikian kita tetap berkomitmen untuk saling mendukung dan saling melengkapi. Saya yakin dan percaya bahwa teman-teman di tingkat puskesmas tetap berkerja secara ekstra untuk menangani berbagai persoalan kesehatan,” kata Laka.
Laka juga menekankan, pertemuan ini sangat penting demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dimana setiap bidang di dalam Dinas Kesehatan Kabupaten TTU harus berkolaborasi sampai di tingkat puskesmas, begitu pula dengan puskesmasharus bisa berkolaborasi dengan pihak-pihak lain di kecamatan dan desa.
“Jadi, untuk rantai pasokan produk gizi tidak bisa bekerja secara parsial tetapi harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan lintas bidang, sehingga semua masyarakat yang membutuhkan dapat terlayani dengan baik,” kata Laka. (*/rnc)