“Menjual” Devosional Tradisi Semana Santa Pasca Pandemi Covid-19

Flores Timurdibaca 409 kali

Larantuka, RNC – Kabupaten Flores Timur (Flotim) dikenal dengan wisata rohani “Semana Santa”. Pagelaran Semana Santa merupakan ikon masyarakat Flotim, dan menjadi daya tarik tersendiri, baik bagi para peziarah maupun wisatawan. Karenanya, moment Semana Santa tidak saja dikenal masyarakat Indonesia, tapi telah mendunia. Selain menggeliatkan ekonomi dan pariwisata, tradisi ini juga menjadi wujud toleransi antar umat beragama di Flores Timur. (Tukan, 2011:2-8).

Dengan kata lain, Semana Santa memberikan efek ganda (multiplier effect), baik dari aspek sosio religius, sosio budaya, politik dan ekonomi. Jika ditilik dari aspek ekonomi, maka secara aposteriori, Semana Santa berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), bahkan income nasional. Penambahan pendapatan ini sebagai akibat perubahan variabel seperti investasi, pengeluaran pemerintah serta ekonomi.

Tapi sebaliknya, Semana Santa turut memberikan andil besar terhadap minim-nya pemasukan daerah maupun nasional, semenjak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) merebak. Covid-19 “memukul” pelbagai sektor; baik milik perorangan, swasta maupun pemerintah. Situasi ini mau tidak mau mengharuskan pemerintah daerah memikirkan kembali strategi pembangunan di Flotim, dalam rangka meningkatkan PAD dan kesejahteraan masyarakat.

Wacana yang santer beredar, pengembangan Kota Larantuka berbasis ekowisata, dengan menempatkan Semana Santa sebagai ikon dan destinasi pariwisata yang ada di Pulau Adonara, Solor dan Larantuka, merupakan salah satu strategi dalam rangka meningkatkan pendapatan yang sempat terseok – seok saat Covid-19. Terdorong wacana itu, maka penulis (jurnalis RakyatNTT.com) berupaya memberikan kontribusi pemikiran melalui tulisan ini, dengan judul: “Menjual” Semana Santa Pasca Pandemi Covid-19.

* Pengertian Semana Santa
Semana Santa atau “Hari Bae” adalah Ritual Perayaan Pekan Suci Paskah yang dilakukan selama tujuh hari berturut – turut, oleh umat Katolik di Larantuka (Djawang, 1987:4). Kata Semana Santa berasal dari Bahasa Portugis, Semana yang berarti “pekan” dan “santa” yang berarti “suci”. Jadi, Semana Santa berarti pekan suci yang dimulai dari hari Minggu Palma, Rabu Trewa/Abu, Kamis Putih, Jumat Agung/Sesta Vera, Sabtu Santo/Suci, hingga perayaan Minggu Halleluya atau Minggu Paskah (Narasatriangga, dkk., 2018 : 937).

* Multiplier Effect dari Prosesi Semana Santa
Jika ditilik dari aspek ekonomi, maka Semana Santa secara tidak langsung berkontribusi menambah pendapatan para pelaku UMKM, pendapatan daerah dan pendapatan nasional. Semana Santa atau Ritual Perayaan Pekan Suci Paskah yang dilakukan selama tujuh hari berturut-turut oleh umat Katolik di Larantuka. Biasanya, pada puncak prosesi Semana Santa yang jatuh pada Tri Hari Suci, dan berlangsung selama tiga hari; yang paling ramai didatangi para wisatawan domestik maupun mancanegara.

Pires yang kesehariannya berprofesi sebagai sopir di Kota Larantuka, mengaku dalam sehari pendapatannya berkisar Rp 500.000 – Rp 700.000. Tetapi, jika proses Semana Santa digelar, itu ibarat “durian runtuh” bagi Pires. Bagaimana tidak, peziarah yang menyewa mobilnya, tarifnya Rp 1.500.000 – Rp 2.000.000 sehari. Itu berarti, dalam tiga hari pelaksanaan Semana Santa, dia mendapatkan Rp 6.000.000. “Sayangnya, semenjak prosesi Semana Santa tidak dilaksanakan dua tahun terakhir, penghasilan saya melorot jauh, tinggal Rp 270.000 sehari,” kata Pires yang diwawancara tanggal 21 Juli 2022.

Lain lagi pengakuan Suhartono, pemilik Hotel “Lestari” di Larantuka yang diwawancara tanggal 19 Juli 2022. Dia mengatakan, jumlah kamar hotelnya ada 18. Pada hari biasa, tarif sewa kamar Rp 250.000 per hari. Sedangkan puncak prosesi Semana Santa, naik jadi Rp 500.000 per hari. Kapasitas per kamar bisa menampung empat sampai lima orang. Itu berarti, jika Semana Santa digelar tiga hari, dan 18 kamar itu disewa Rp 500.000 per hari, maka pendapatan yang diperolehnya Rp 27.000.000. Pendapatan dari sewa kamar itu belum ditambah biaya makan dan minum.

Menurut Suhartono, prosesi Semana Santa dari sisi ekonomis, sangat jelas meningkatkan pendapatan hotel, restauran, dan UMKM. Karenanya, dia berharap pagelaran Semana Santa pasca Pandemi Covid-19, bisa kembali dilaksanakan. Pasalnya, setelah tak lagi digelar, dalam sehari hanya satu atau dua orang saja yang menginap di hotelnya. Minimnya tamu berkunjung, berdampak pada ketidakmampuan Suhartono membayar gaji karyawan dan tagihan listrik.

Senada dengan Suhartono, Ketua Persatuan Hotel dan Restauran Cabang Larantuka, Markus Betan mengatakan, dampak dari Pandemi Covid-19 menyebabkan tingkat hunian menurun. Tidak adanya kegiatan pemerintah yang dilaksanakan di hotel, karena pertemuan dilaksanakan via zoom, dan kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pesta, juga tidak diperbolehkan.

Tak hanya itu, sejak dua tahun terakhir prosesi Semana Santa ditiadakan, maka semua reservasi dan bokingan kamar dicancel. Ditiadakannya prosesi Semana Santa karena Pandemi Covid-19, kata Markus yang diwawancara tanggal 23 Juli 2022, sangat berpengaruh pada sepinya tingkat hunian hotel. Dampaknya ikut dirasakan karyawan. Bahkan, ada hotel yang terpaksa “merumahkan” karyawannya.

Sementara Kepala Badan Pendapatan Daerah Flores Timur, Ir. Tulit Beni yang diwawancara tanggal 18 Juli 2022 melaporkan, prosesi Semana Santa berdampak pada kunjungan para peziarah maupun wisatawan ke Flotim. Dijelaskan, ada 16 hotel di kabupaten itu, dan memberikan kontribusi pajak hotel per tahun sebesar Rp 750.000.000. Sedangkan, pajak restauran sebesar Rp 1 miliar lebih.

Namun Pandemi Covid-19 berdampak pada pengurangan PAD. Dari rincian laporan realisasi PAD Tahun 2021, terungkap uraian Target Realisasi.
1. Pajak Daerah; target Rp 16.003.000.000, realisasi Rp 11.802.364.492,12, atau 73,75 persen.
2. Retribusi Daerah; target Rp 31.278.383.400, realisasi Rp 29.630.143.069, atau 94.73 persen;

* Vaksinasi, Kunci Perayaan Semana Santa Tahun Depan
Pada sisi yang lain, Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr, dengan pertimbangan kesehatan dan keselamatan semua orang, terpaksa untuk sementara meniadakan prosesi Semana Santa. Keputusan Uskup Larantuka ini tertuang dalam Surat Nomor: KL09/V.3/1/2021, tentang Misa Hari Minggu Biasa, Hari Minggu Masa Prapaskah, Pekan Suci, Paskah dan Misa Harian, ditujukan kepada para Pastor, Biarawan-Biarawati dan seluruh umat Keuskupan Larantuka (Flores Timur dan Lembata). Keputusan ini ditetapkan dan diedarkan, Minggu (17/1/2021), dan Surat Nomor: KL.168/V.I/III/2022, tanggal 18 Maret 2022, perihal: Keputusan Perayaan Devosional Tradisi Semana Santa.

“Keuskupan Larantuka belum memikirkan perayaan devosional tradisi Semana Santa,” kata Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr, saat ditemui media ini. Bagi Mgr. Fransiskus Kopong Kung, selama dua tahun perayaan devosional tradisi Semana Santa tidak diadakan, alasan mendasar yakni, kesehatan dan keamanan pasca merebaknya Pandemi Covid-19. Ia tidak menghendaki perayaan ritual keagamaan itu menjadi kluster penyebaran Corona Virus Disease.

Bagaimana tahun depan? “Mudah – mudahan tahun depan keadaanya sudah normal. Persoalannya, apakah di dunia lain sudah aman? Turis – turis yang datang ke Indonesia dan tembus sampai ke Flores, di negara mereka atau tempat dimana mereka tinggal, itu aman? Karena Covid masih berbahaya, tentu mempengaruhi juga kondisi tahun depan. Ini ritual dari masyarakat dan umat Larantuka. Kita membuat ritual ini karena tradisi, bukan karena pariwisata. Karena itu, salah satu solusinya agar perayaan devosional tradisi Semana Santa dapat terlaksana tahun mendatang, semua harus divaksinasi. Vaksin satu, dua dan Booster,” kata Mgr. Fransiskus Kopong Kung yang diwawancara tanggal 19 Juli 2022. (vinsensius pelanny huler)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *